Wedding Batak Exhibition 2024, Patriarki dalam Budaya Batak
Halo Sobat Blogger semua...
Kemarin pada Sabtu (7/9/24), gue menghadiri event Wedding
Batak Exhibition 2024 yang berlangsung selama dua hari pada 7-8 September 2024
di SMESCO Convention Hall. Menariknya, event ini menjadi pameran pernikahan
adat Batak pertama di Indonesia. ada banyak kegiatan yang ditawarkan, seperti
pameran, talkshow, fashion show, konser musik.
Sebagai pameran pernikahan adat Batak, tentunya event Wedding
Batak Exhibition 2024 ini menghadirkan banyak vendor yang diperuntukkan
mempersiapkan urusan pernikahan. Pada pameran kemarin beberapa vendor yang
dihadirkan ada vendor gedung Batak, wedding orginizer, make up artist, kebaya,
bridal dan suit, fotografer, catering hingga food tastingnya, songket dan ulos,
wedding car, perhiasan, percetakan undangan, music entertainment, sepatu,
property, souvenir dan banyak lagi.
Memasang tiket masuk sebesar Rp 25.000 saja, ini menjadi
pameran yang menarik banget untuk diikuti. Apalagi yang memang sedang mencari
vendor guna mempersiapkan acara pernikahan. Wedding Batak Exhibition 2024 juga
dilengkapi dengan kegiatan talkshow yang cukup menambah wawasan buat gue
sendiri.
Salah satunya talkshow yang gue ikuti kemarin Harta Tahta
Wanita bersama Ina Rachman S.H., M.HUM didampingi oleh Ibu Martha Simanjutak,
CEO IWITA Kreatif dan Founder Cathaulos.
Dari talkshow ini, saya mendapatkan informasi kalau adat
Batak menganut sistem kekeluargaan patrilinier, sehingga garis keturunannya
ditarik dari ayah. Sehingga, dari sinilah muncul sistem patriarki di mana
laki-laki mendominasi sebagai pemegang kekuasaan dalam aspek kehidupan saat
berumah tangga.
Bahkan budaya patriarki ini sudah meliputi sampai hak waris.
Di mana, perempuan Batak tidak mendapatkan warisan dari orangtuanya. Apabila
perempuan Batak mendapatkan warisan, maka hitungannya bukanlah sebuah warisan
melainkan kasih sayang orangtua. Biasanya, pemberian kasih sayang orangtua ini
berupa perhiasan.
Apabila seorang perempuan menikahi laki-laki Batak, maka ia sudah harus ikut laki-laki yang dan perempuan itu akan ikut membawa marga laki-lakinya.
Melihat posisi ini, terlihat lemahnya posisi perempuan dari
sudut pandang budaya Batak apalagi bila membahas soal harta, tahta dan wanita.
Dijelaskan, bahwa adat Batak, perempuan tidak mendapatkan warisan.
Tapi, sedikit membuat saya lega. Setelah mendengarkan
penjelasan dari Ka Ina Herawati Rachman, “Penerapan hukum waris bisa mengikuti
3 dasar hukum; hukum Islam, hukum positif dan hukum adat.”
Persolan tentang harta dan warisan, bisa dibicarakan
baik-baik ingin mengikuti yang mana sejak awal. Ada yang namanya perjanjian pra
nikah, dalam perjanjian ini semua budaya boleh membuat perjanjian pra nikah.
Jadi tidak lagi mengikuti budaya terus menerus. Bagaimana kesepakatan dengan
calon suami nantinya.
Sekedar informasi saja, perjanjian pra nikah umumnya berisi
tentang:
1. Pembagian harta benda, baik dalam perceraian ataupun
kematian.
2. Hak asuh anak, jika bercerai nantinya.
3. Kewajiban masing-masing pasangan.
4. Pemisah hutang.
5. Pengaturan penghasilan masing-masing.
6. Pembagian peran, hak dan kewajiban dalam berumah tangga.
Sehingga, dengan adanya perjanjian pra nikah. Perempuan tidak
lagi dalam posisi lemah, dan akan terlihat setara. Sehingga, penting untuk
sebelum memutuskan melanjutkan ke jenjang pernikahan membicarakan perjanjian
pra nikah. Sehingga, apa yang sudah dibuat dan disepakati bersama calon suami
tidak bisa lagi diganggu oleh pihak lainnya.
Mengingat, di budaya Batak nikah
berdua seperti menikahi seluruh keluarga besar. Dalam artian, aspek kehidupan
yang harusnya bersifat pribadi dalam rumah tangga, keluarga besar juga punya
peran. Hingga, dalam urusan cerai harus mengikuti budaya Batak lagi di mana
perempuan dikembalikan oleh pihak laki-laki secara adat di sana.
Mengikuti adat dan budaya itu memang
keharusan. Tetapi kita juga tidak boleh melupakan hukum negara. Sehingga,
dengan adanya hukum negara bisa menjadi akomodasihak-hak perempuan dalam
pewarisan.
Posting Komentar untuk "Wedding Batak Exhibition 2024, Patriarki dalam Budaya Batak"