3 Alasan Saya Jalan Kaki dan Naik Transportasi Umum
Hai Sobat Blogger semua.
Belakangan ini, kita dihebohkan
dengan isu polusi udara di Jakarta yang kian hari terus memburuk. Kita pun pada
akhirnya sadar dan tahu betul akan
informasi ini. Pertanyaannya sekarang adalah, sikap apa yang kita ambil dari
penyelesaian masalah ini? Jalan kaki dan naik transportasi umum.
Sudahkah kamu beralih dari
kendaraan pribadimu?
Saya jadi mengingat kapan pertama
kali saya aktif naik kendaraan umum? Bila tidak salah, sejak SMA sudah menjadi
bagian dari pengguna metro, kopaja dan angkot. Di bangku SMA saya tidak naik
motor pribadi. Hingga kuliah pun demikian. Baru sekitar semester 4 bila tidak
salah, baru mendapatkan motor pribadi dari orangtua. Hingga pada akhirnya,
sejak akhir tahun 2017, saya memutuskan untuk fokus berjalan kaki dan naik
kendaraan umum.
Naik Transportasi Umum Dimulai dari Diri Sendiri
Kejadian ini saya inget betul
ketika saya masih kerja tahun 2017 lalu. Pada saat itu sekitar pukul 16.00,
seperti biasa kami habis meeting di bilangan Jakarta Pusat. Lalu pulang menuju
kantor, Cipete Jakarta Selatan. Perjalanan ditempuh melewati jalur kuningan
Plaza Festival menuju tendean dengan mobil kantor. Dan tahu apa yang terjadi?
Perjalanan Jakarta Pusat –
Jakarta Selatan saja menghabiskan waktu sekitar 4 jam menggunakan mobil kantor.
Dan inget banget, kejebak di sepanjang jalur kuningan sejam lebih. Mobil gak
gerak! Dan posisinya kami belum solat asar. Akhirnya, saya beberapa teman
keluar mobil cari gedung untuk solat. Dan setelah kami solat, mobil gak jalan
jauh dari jarak semula. Oh ya, waktu tempuh 4 jam ini juga ada tambahan istirahat
solat magrib di masjid, dan makan malam di pinggir jalan sih.
Sejak saat itu saya berpikir. Apa
sih yang ada di otak masyarakat Jakarta dan sekitarnya ini? ngeluh macet, tapi
masih mau naik kendaraan pribadi? Ya, parah-parahnya 1 kendaraan pribadi hanya
diisi 1 orang. Kesel, dan gak habis thinking pokoknya waktu itu. Tapi, lambat
laut saya sadar. Kalau Cuma ngomel-ngomel macet mah, saya gak akan
menyelesaikan masalah. Pilihan satu-satunya adalah mulai naik kendaraan umum
dari diri sendiri.
Sejak saat itu, kalau ada meeting
jauh lagi. Saya gak mau naik mobil kantor lagi. Dan setelah resign kerja. Saya mulai
lagi naik kendaraan umum.
Oh ya, buat yang rumahnya jauh
dari akses kendaraan umum. Bisa banget naik kendaraan pribadi dulu dekat rumah
menuju akses transportasi terdekat, baru sambung kendaraan umum. Saya juga
biasa begini misal harus pergi ke lokasi yang harus diakses dengan KRL di
Stasiun Kebayoran.
Naik Transportasi Umum untuk Masa Depan Nanti
Setelah macet yang bikin saya
sadar untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi. Kini, isu kualitas udara di
Jakarta yang semakin buruk menjadi kesadaran saya selanjutnya. Yah, tak bisa
dibayangkan bila kita harus di kota yang tidak ramah lingkungan. Kualitas udara
buruk yang mampu menyebarkan berbagai penyakit.
Tentu semua yang saya khawatirkan
ini mau berlangsung sampai kapan hal ini akan terjadi? Bila tidak segera ditangani
dengan serius. Bukan hal yang mustahil kalau generasi selanjutnya kita nanti
akan menikmati dampak buruk atas apa yang kita lakukan saat ini. Menimbun
polusi udara!
Oleh sebab itu, ayo sama-sama
pelan-pelan kita beralih ke kendaraan umum untuk mengurangi polusi udara. Kalau
kita semua bisa mengurangi penggunaan kendaraan pribadi ini. Enak bukan, bila
kualitas udara semakin baik. Dan ini yang kita harapkan bersama.
Nantinya, generasi selanjutnya
dari kita semua tidak harus menerima dampak buruk dari keberlangsungan polusi
udara yang tidak kunjung diselesaikan masalah oleh semua pihak yang bertanggung
jawab (diri kita sendiri).
Cegah PTM dengan Jalan Kaki
Minimal 6000 Langkah Sehari
Pemerintah, khusus Kementerian
Kesehatan sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan program Germas (Gerakan
Masyarakat Sehat). Tentu, hal ini karena semakin besarnya angka kematian yang
disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM). Salah satu faktor yang menjadi
tingginya PTM menjangkit masyarakat modern ini adalah karena malas bergerak.
Sehingga, PTM mampu menjangkit pada masyarakat modern, bahkan pada mereka yang
berusia muda.
Makanan cepat saji, coffee shop,
minuman kekinian jadi konsumsi setiap hari. dibarengi dengan malas bergerak.
Habis sudah pola hidup sehat masyarakat modern ini.
Saya sendiri termasuk yang sadar
betul akan pola hidup kurang sehat yang saya jalani. Suka ke coffee shop, minuman
kekinian, sampai makan makanan cepat saji. Oleh sebab itu, perlahan semua saya
kurangi dan aktif berjalan kaki minimal 6000 langkah. Sangat dianjurkan sih
10.000 langkah sehari ya Sobat Blogger.
Berdasarkan data dari Kemenkes,
masyarakat Indonesia yang terkena penyakit non infeksi karena kurangnya gerak
fisik meningkat dari 26,1% (2017) menjadi 33,5% (2018).
Perbanyak jalan kaki buat saya
juga sebagai cara buat mencegah perut buncit nih Sob. Hehe Habis malu tahu,
masih muda, belum nikah, tapi perut udah kaya om om. Huhuhuhu
Kampanye Jalan Hijau oleh BPTJ Apresiasi Pengguna Transportasi Umum
Sejalan banget nih dengan
komitmen yang sudah saya jalani sejak akhir tahun 2017 lalu untuk memulai berjalan
kaki dan pindah naik kendaraan umum. BPTJ
mengadakan aksi kampanye Jalan Hijau untuk mendorong masyarakat
berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum massal, khususnya pengguna
motor.
Jalan hijau ini memiliki makna
Jakarta yang semakin ramah lingkungan (hijau), nantinya akan memberikan dampak
positif baik secara individu maupun bagi masyarakat umum. Adanya dijalankannya
kampanye ini oleh BPTJ didasar oleh 2 isu.
Pertama, isu transportasi yang
mana jalan Ibu Kota semakin macet dengan tingginya pengguna kendaraan
(bermotor) pribadi. Tentu, hal ini karena belum maksimalnya pemanfaatan
angkutan umum massal dan aktifitas berjalan kaki. Kedua, isu polusi udara yang
semakin memburuk di Ibu Kota.
Oleh sebab itu, kemaren pada
tanggal 19 Agustus 2019 sampai tanggal 22 Agustus 2019 ini BPTJ bersama dengan
taruna/i Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) melakukan aksi kampanye jalan
hijau di beberapa titik seperti Jakarta, Depok dan Bekasi.
Aksi yang dilakukan berupa
penyampaian pesan dengan poster-poster yang dibawa oleh taruna/i yang
mengenakan kaos berwarna kuning sambil memberikan masker, pin, kipas, dan
tumbler kepada para pejalan kaki dan pengguna kendaraan umum massal.
Oh ya, para pejalan kaki yang
mendapatkan merchandise menarik seperti yang saya sebutkan di atas ini
sebelumnya diajak untuk mengisi kuesioner seputar fasilitas pejalan kaki dan transportasi
umum massal. Para pejalan kaki juga diminta memberikan kritik dan sarannya
terhadap isu pejalan kaki dan kendaraan umum ini.
Makna kaos berwarna kuning di
sini sendiri memmiliki makna sinar matahari. Filosofinya, masyarakat yang
berjalan kaki dan naik kendaraan umum ini akan banyak terpapar sinar matahari
yang bagus untuk kesehatan tubuh.
Warna putih pada kaos ini
memberikan makna bersih, ketulisan dan kesediaan untuk melakukan aktivitas
berjalan kaki dan menggunakan kendaraan umum demi kepentingan bersama. Syal
hijau yang dipake petugas dan taruna-taruni memiliki makna ramah lingkungan (go
green).
Sekarang, sudah semakin banyak
nih yang peduli dan mau memulai dari diri sendiri untuk berjalan kaki dan naik
transportasi umum. Kamu, sudah beralih juga dari kendaraan pribadimu?
1 komentar untuk "3 Alasan Saya Jalan Kaki dan Naik Transportasi Umum "
Saya sangat mendukung dan semoga saja harga transportasi lebih murah dan benar-benar murah.