Pemilihan Presiden 2019. Warga Jakbar Tunjukan Harmonisasi Lintas Agama
Pemilihan Presiden
2019. Katanya menjadi pesta demokrasi, kini semuanya terasa menjadi semakin
mengerikan untuk dihadapi. Hari demi hari ada saja polemik dua kubu yang tak
pernah berhenti. Saling adu argumentasi, hingga saling caci maki. Bukan sekedar
perseteruan di dunia maya saja, karena semua kan berujung pada hubungan di
dunia nyata.
17 April 2019, pada saat itu akan
menjadi hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Di mana puncak demokrasi akan
digelar. Menjadi saksi sejarah, pemilihan Presiden untuk 5 tahun kedepan. Semua
lapisan masyarakat turut serta meramaikan pesta demokrasi ini. Termasuk saya,
dan Sobat Blogger semua di sini. 1 atau 2, itu menjadi pilihan kita
masing-masing. Bagaimana kita menilai calon pemimpin bangsa yang dirasa mampu
membawa Indonesia yang lebih baik.
Entahlah... hadapi Pilpres 2019yang baru. Kini saya melihat Indonesia dalam masa bersitegang. Hidup
di ibu kota, dulu mungkin kita dibedakan sama yang namanya asli betawi dan
pendatang (Jawa). Tapi, sekarang. Pembedaannya berubah, pendukung nomor satu
atau nomor 2. Sampai-sampai, urusan solat di masjid pun mesti dilarang. Hmm...
Jelang Pemilihan Presiden 2019. Awas! Termakan Isu Hoax, Sara dan Radikalisme
Aneka berita dari media massa, mengupas
polemik pendukung 1 atau 2 selalu saja ada bahannya. Seolah tak pernah habis. Bukan
soal berita, tapi kasusnya yang terkadang membuat hati saya terenyu mengelus
dada. Hanya karena berbeda pandangan politik harus sampai tega hati membunuh.
Bahkan, berita terbaru yang saya
dapatkan dari salah satu media mainstream menyebutkan. Berbeda pandangan
politik, salah satu makam harus digali dan mayitnya dipaksa pindahkan. Gila bukan
sih! Orang mati yang enggak tahu apa-apa harus ikut menanggung nasib.
Oke baik. Cukup kita bahas soal
isu-isu miring pertikaian antara dua kubu ini.
Kini, yang menjadi pertanyaan
dalam benak saya adalah apa yang menyebabkan seorang bisa sampai saling
membenci pendukung lainnya? Hoax, Sara dan radikalisme.
Yah, hidup di era industri 4.0 di
mana semuanya serba internet dengan segala kemudahan akses informasinya. Membuat
sebagian masyarakat Indonesia masih gagap akan kebenaran informasi tersebut. Bahkan,
memang pada kenyataannya. Kini, kita hidup di zaman (baca; klik) era kebohongan media dari berita hoax yang penuh dengan
ilusi, dan dikontrol oleh media. Di mana, informasi yang banyak masuk, namun
sulit dilihat kebenarnannya.
Penyebaran isu hoax, sara dan
radikalisme kini menjadi senjata utama dalam membawa kemenangan pilpres 2019
nanti. Saya jadi teringat, oleh salah satu group wag yang isinya dominan oleh
orangtua era dahulu. Sobat Blogger pasti tahu, di sanalah menjadi ladang
sasaran empuk menyebarkan isu hoax, sara dan radikalime.
Yah, syukur bila tidak semua
orang dengan mudah dapat termakan oleh isu hoax ini. menangani ini, memang
butuh kerjasama kita semua untuk saling mengingatkan akan suatu kebenaran
berita. Bila dirasa itu salah, atau sudah bisa dipastikan tidak benar. Kita bisa
salaing mengingatkan. Agar, penyebaran isu hoax tidak terus beranjak jauh
sampai pada korban-korban selanjutnya.
Karena bahaya dari tujuan hoax
adalah menyebarkan kebencian, saling caci maki dan menebar perpecahan.
Indahnya Harmonisasi Pemilihan Presiden 2019 dari Warga Jakbar
Saya selalu percaya, selalu dan
masih banyak orang-orang baik di dunia ini yang selalu menyebarkan kebaikan dan
nilai-nilai positif untuk kita semua. Di tengah keributan pendukung satu dan
dua, saya menemukan adanya harmonisasi lintas agama yang dicontohkan oleh warga
Jakarta Barat.
Kita semua tentu menginkan akan
berlangsungnya Pemilu Presiden 2019 yang damai dan aman. Dan ini pun menjadi
harapan seluruh warga Jakarta Barat. Tak sekadar keinginan saja. Dengan aksi
nyatanya, mereka membuat sebuah aksi pemasangan 1000 spanduk sebagai kampanye
penolakan kampanye dengan menyebarkan isu hoax, sara dan radikalisme di tempat
ibadah.
Aksi ini pun didukung oleh Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta Barat, beserta jajaran 3 pilar, Polres
Jakarta Barat, Dandim 0503, Walikota Jakarta Barat, Kajari, ketua Pengadilan,
Kakankemenag, Ketua KPUD beserta komisioner Kota Jakbar, Ketua Bawaslu, Ketua
FKUB Jakbar.
Aksi ini juga didukung penuh oleh
tokoh Lintas Agama, Ketua MUI Jakbar, PGI (Persekutuan Gereja Indonesia), PHDI
(Parisada Hindu Darma Indonesia), MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Konghucu
Indonesia) yang mengajak segenap warga masyarakat Jakbar tidak melakukan
aksi-aksi kampanye yang tidak sehat hingga memecah belah yang dilakukan di
tempat-tempat ibadah.
Pemasangan spanduk ini dilakukan
di seluruh tempat ibadah yang ada di wilayah Jakarta Barat seperti Masjid,
Gereja (Protestan dan Katholik), Pura dan Vihara.
Yah, saya pikir aksi ini menjadi
satu nilai positif yang harus kita dukung dari proses Pemilu yang rukun dan nyaman.
Guna mewujudkan terciptanya Indonesia yang damai, aman dan sejuk. Hal ini pun
sebagaimana yang juga didukung penuh oleh Kapolres Jakarta Barat, Kombes Pol
Hengki Hariyadi dalam sambutannya kemaren Jumat (11/1), Masjid Raya Al-Amanah,
Jakbar,
“Mendukung penuh komitmen bersama
FKUB dan tokoh lintas agama Jakarta Barat untuk bersama-sama menjaga marwah
demokrasi. Karena dengan adanya pemilu 2019 justru masyarakat harus saling
menghormati perbedaan dan menyambut pesta demokrasi dengan suka cita.”
Kampanye Pemilihan Presiden 2019 di Tempat Ibadah? Ada UU Larangannya Loh!
Tak lepas dari aksi Pilpres 2019,
tempat ibadah kini dijadikan sebagai saran berkampanye. Yah, mulai sekarang sepertinya
hal ini perlu dipikirkan masak-masak. Pasalnya, setelah mendengarkan sambutan
dari Bawaslu kemaren, saya baru tahu kalau ternyata sudah ada UU pelarangan
kampanye di sebagian tempat.
Disebutkan dalam pasal 280 ayat 1
huruf h undang-undang nomor 7 tahun 2017, “Pelaksanaan, peserta dan tim
kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan
tempat pendidikan.”
Berdasarkan uu di atas, jelas
bahwa adanya pelarangan melakukan kampanye di tempat ibadah. Ketua Bawaslu
dalam sambutannya menyampaikan kalau mereka memiliki tiga aksi dalam menindaki
pelanggaran berkampanye, CAT (Cegah, Awasi dan Tindak).
- Pencegahan dilakukan dengan melakukan sosialisasi. Dalam hal
ini seperti sosialisasi pelarangan kampanye di tempat iabdah.
- Pengawasan dengan mengumpulkan saksi dan bukti. Jika terbukti,
- Dilakukan Penindakan sesuai UU pemilu.
- Pengawasan dengan mengumpulkan saksi dan bukti. Jika terbukti,
- Dilakukan Penindakan sesuai UU pemilu.
Di lain kesempatan, Kapolri
Jakarta Barat menyampaikan “Yang tidak dilakukan tempat ibadah adalah kampanye
yang dilakukan seperti pelarangan memilih atau ajakan memilih calon presiden. Sedangkan
melakukan dakwah yang damai dan sejuk seperti materi perdamaina, kerukunan beragama
menjaga keutuhan bangsa itu dibolehkan. Karena konteksnya berbeda, dan yang
dilarang bukan dakwahnya, melainkan kampanyenya. Apalagi sampai menyebarkan isu
hoax, sara danradikalisme.”
Semoga saja, aksi kampanye “pemilu
damai dan aman” yang dilakukan warga Jakrta Barat bisa menjadi contoh untuk
kita semua. Dan membawa dampak positif untuk banyak masyarakat Indonesia.
Posting Komentar untuk "Pemilihan Presiden 2019. Warga Jakbar Tunjukan Harmonisasi Lintas Agama"