Kembali ke Meja Makan, Ciptakan Keharmonisan Keluarga 4.0
Waktu masih kecil, sepertinya banyak banget momen kumpul
keluarga yang bisa saya inget. Kaya ngobrol sama nenek sambil mijetin badannya,
gak lupa abis itu dikasih duit. Hehe Hal serupa juga terjadi ketika saya
ngobrol sama bapake sambil ‘nginjek-nginjek’ badannya dengan adegan berjalan di
atas badannya. “Ke atasan dikit,” sesekali bapake berkata demikian.
Momen tersebut hanyalah menjadi salah satu kegiatan
berinteraksi yang terjadi di era dahulu, yang kini sepertinya gak akan bisa
terulangi lagi. Ya iyalah. Badan gue
makin gede, dan usia bapake makin nambah. Gak mungkin juga ‘injek-injek’ lagi
badannya. Kecuali kalau emang masih kuat. Hehe
image: pixabay |
Banyak momen-momen bersama orangtua yang sebenarnya saya
rindukan juga sih. Seperti kangen di antar sekolah, diajak bapake ngajar di
sekolahannya, diajak pergi main ke rumah teman bapake, belanja baju bareng, ke
pasar bareng, dan banyak lagi. Setelah dipikir-pikir, banyak sih momen-momen
bersama saya dengan bapake yang sekarang sudah semakin berkurang intensitas
komunikasi dan waktu bersamanya.
Apakah banyak Sobat Blogger di sini juga yang sudah jarang
berinteraksi dengan orangtua?
Bila tidak, beruntunglah. Sobat Blogger termasuk orang yang
bisa bertahan dari perubahan iklim kemajuan teknologi revolusi 4.0. Memangnya
apa pengaruhnya revolusi 4.0 dengan dampak intensitas komunikasi dan waktu
bersama keluarga? Berikut penjelasannya.
Tantangan Keluarga 4.0
Saat ini Indonesia tengah dipersiapkan dengan kemajuan
teknologi yang banyak dikenal dengan revolusi industri 4.0 (four point o). Kemajuan
ini pun ternyata tak sekadar memberikan pengaruh pada sektor industri, pemerintahan
sampai negara saja. Melainkan, dalam lingkup sangat kecil, yakni keluarga juga
memberikan dampak yang cukup masif. Entah itu negatif maupun positif.
Industri 4.0 menjadi sebuah revolusi yang secara menyeluruh
didasari pada sistem fisik maya, internet dan jaringan. Kemajuan teknologi,
dengan perbedaan perilaku generasi Millennial pun menambah jajaran dampak yang
terjadi dalam lingkup sebuah kotak, rumah.
Dalam diskusi saya bersama Bapak. M Yani, M. Kes, PKK selaku Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKB menyebutkan ada beberapa dampak yang mempengaruhi
lingkup keluarga tersebut seperti:
1. Generasi muda saat ini sangatlah berorientasi pada masa
depan. Hal ini pun berlaku juga pada generasi muda di desa, sehingga banyak
yang memilih merantau ke kota untuk mencari pekerjaan dan mewujudkan beragam
impian. Sehingga, secara terpaksa harus meninggalkan keluarga inti dan
mendapatkan keluarga baru yang biasa disebut dengan ‘teman’.
2. hampir sama dengan poin pertama, kalau generasi Millennial
dan generasi Z menjadi kalangan anak muda memang ingin mengembangkan diri mereka
sendiri dengan pilihan langkah memprioritaskan karir. Kesadaran tersebut
diciptakan atas pola pikir tidak ingin bergantung kepada keluarga mereka
sendiri. Sehingga, menyebabkan gen Z akan lebih banyak menghabiskan waktu
dengan pekerjaannya.
3. hal paling bisa dirasakan pada kemajuan teknologi era
industri 4.0 ini adalah kemajuan teknologi digital yang mampu merupabah pola
perilaku. Sehingga, dalam setiap kegiatan apa pun baik di rumah atau di luar,
banyak orang-orang terpaku dalam dunia digital. tak jarang, hal ini kadang
memebrikan gap kesenjangan pada orangtua yang tidak melek teknologi dengan
anak-anak mereka.
Berdasarkan tiga poin di atas, apa ada dampak buruk yang
diakibatkan dari hubungan dan berkurangnya insitas komunikasi dalam kotak
keluarga itu sendiri? Jawabannya, ada.
1. Poin-poin di atas secara jelas memberikan gambaran kalau
di era industri 4.0 akan memaksa setiap dalam anggota keluarga lebih banyak
beraktivitas dibandingkan waktu berkumpul bersama kelurga.
2. Selalu ada keinginan untuk berkumpul bersama. Tapi, bila
sudah berkumpul. Eranya teknologi digital, membuat setiap anggota keluarga
ketika berkumpul hanya sibuk pada layar smartphone masing-masing ataupun
menonton tv. Hal ini pun semakin buruk bagi seorang kakek dan nenek yang sama
sekali tidak lagi bisa mendekati ruang era 4.0. mereka hanya akan semakin
terisolasi oleh keluarganya sendiri.
3. masih banyak orangtua yang meyakini keluarga harmonis
diciptakan dari kedekatan dan komunikasi dengan anak. Namun, sayangnya banyak
dari anak-anak mereka yang sudah sibuk baik tuntutan pekerjaan, atau bahkan
anak-anak kecil yang sibuk dengan dunia maya dalam layar smartphone membuat
sulitnya orangtua berkomunikasi. Mengingat, anak-anak sudah sibuk dengan dunia
barunya.
Berdasarkan poin-poin di atas secara garis besar bisa dilihat
bahwa pokok permasalahan adanya kesenjangan atau ketidakharmonisan dalam keluarga
terjadi karena adanya kurangnya intensitas waktu berkumpul dan komunikasi
bersama.
Lalu, bagaimanakah membuat kita yang hidup di era industri
4.0 ini bisa menyelesaikan dampak negatif bagi keluarga 4.0 ini?
Jangan Lupa Tradisi Lama, Kembali ke Meja Makan
Tentu bila permasalahannya adalah masalah kedekatan, waktu
kumpul dan komunikasi. Maka untuk mengembalikan keluarga 4.0 yang penuh canda
tawa dan kebahagiaan bersama keluarga adalah kumpul bersama, dan menikmati
waktu di dalamnya hanya untuk keluarga.
Menurut pakar Psikologi Roslina Vera, M. Psi., Psi yang biasa
disebut Mba Vera ini menjelaskan ada 4 level-level dalam keluarga dalam
menciptakan hubungan yang erat di dalamnya.
Menurutnya, menciptakan hubungan yang erat dalam keluarga
dimulai dari kedekatan emosional yang dirasakan oleh setiap individu dalam
keluarga kepada setiap anggota keluarganya. Kedekatan ini pun harus melibatkan
komitmen dan waktu bersama yang harus diluangkan. Sehingga, akan terjalinlah kedekatan
dalam keluraga yang menciptakan keharmonisan dan kebahagian.
Namun, bukan berarti dalam hal ini orangtua harus memaksakan
anak-anaknya tidak boleh jauh-jauh dari mereka. Karena sudah memang pada
saatnya, seorang anak harus berubah dan beradaptasi pada lingkungan baru guna
mengembangkan kemampuan mereka.
Bila menggambarkan masalah ini, hal ini sudah terjadi pada
kita semua yang banyak memiliki kesibukan pada pekerjaan. Menyiasati ini,
sebagai seorang anak atau pun orangtua yang memang memiliki kesibukan dalam
bekerja harus memberikan waktu satu momen bersama untuk bisa saling
berkomunikasi. Menanyakan kabar, kegiatan dan lain sebagainya. Sehingga, antar
individu dalam keluarga mengetahui kabar masing-masing.
Ada satu tradisi lama yang mungkin sudah lama ditinggalkan. Yakni,
kembali ke meja makan. Bila diingat-ingat, benar juga. Tradisi ini pun sudah
mulai pudar ada di keluarga saya. Bila sudah makan, sepertinya kami
masing-masing saja makan. sehingga mengurangi waktu kumpul bersama. Padahal,
momen ini bisa dipake untuk orangtua dan anak saling berinteraksi.
Hmm, sepertinya saya bisa mengingat momen ini di bulan puasa.
Ketika saya dan keluarga bisa sahur bersama. Dan sedikit banyaknya saling
ngobrol dengan orangtua, baik mamake maupun dengan bapake.
Tapi, saya jadi inget. Kalau dulu zaman SMP saat sahur. Saat
lagi di meja makan, selesai sahur. Bapake atau mamake biasanya ngajak interaksi
lalu ngasih nasehat-nasehat ini dan itu. Nanya kabar sekolah saya di pondok
bagaimana. Wah, lama ya sudah tidak melakukan hal tersebut. Dan sepertinya rindu
juga dengan momen demikian saya.
Kalian masih ada gak sih yang melakukan hal ini. kembali ke
meja makan dan ngobrol santai bareng orangtua?
24 komentar untuk "Kembali ke Meja Makan, Ciptakan Keharmonisan Keluarga 4.0 "
Kangen sm kehangatan keluarga kaya dulu deh
Udah banyak ilmunya mas, tinggal terapin aja. Mantap! Lanjutkan hehe
Di sana bisa ngibrng, saling menguatkan satu sama lain
Orangtualah yang bisa mengkondisikan