Merayakan Hari Raya idul Fitri: Menghayati Kembali Tujuan Satu Bulan Puasa
Berbahagia
dalam menyambut hari raya idul fitri memang tidak disalahkan. Karena sudah
sepantutnya bagi kita umat muslim bisa berbahagia di hari raya kemenangan.
Setiap orang sudah tentu akan merasa bahagia, baik anak-anak, orang dewasa
maupun para orangtua. Pasti, setiap diri kita akan merasa bahagia diberikan
umur bisa sampai pada hari kemenangan ini.
Namun,
tidak boleh lupa, atau menjadi berlebihan dalam menyambut hari raya idul fitri.
Bagi mereka yang begitu menghayati makna bulan suci Ramadhan dan hari raya,
akan ada perasaan sedih dalam menyambut hari raya. hal ini sebagaimana
dirasakan bagi Sahabat dan ulama salafus shalih, di mana mereka akan merasa
sedih di akhir bulan Ramadhan.
Bagi
mereka, bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Tatkala harus berpisah
dengan bulan suci Ramadhan, berat akan meninggalkannya. Hal ini karena
bulan suci Ramadhan hanya akan bisa kita
temui satu kemudian, sedangkan kita tidak pernah tahu apakah usia kita bisa
sampai bertemu di bulan suci Ramadhan berikutnya.
Melepas
kesedihan melewati bulan suci Ramadhan dan menyambut kemenangan hari raya
sangatlah diperbolehkan. Bagaimana pun, menyambut kebahagiaan hari raya adalah
kewajiban bagi kita umat muslim. Namun, dalam menyambut kemenangan hari raya,
jangan sampai kita berlebihan sampai lupa akan dari nilai dari idul fitri
tersebut. Karena, selalu ada batas dan langkah tepat dalam menyambut hari raya
idul fitri.
Menghayati
Kembali Tujuan Satu Bulan Puasa
Menyambut
kemenangan idul fitri tak lantas melupakan tujuan kita berpuasa. Karena
memaknai kemenagan hari raya adalah kita telah berhasil atau mampu menahan
hal-hal negatif yang dilakukan selama bulan suci Ramadhan. Serta kita telah
memperbanyak dan memperdalam kualitas keimanan.
Tujuan
kita berpuasa adalah agar menjadi orang yang bertakwa. Oleh sebab itu, banyak
dari kita yang berlomba-lomba dalam mengerjakan amal kebaikan. Namun, apakah
kita sudah meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt? Sehingga, kita
akan merasa menjadi manusia yang bertaqwa?
Memahami
menjadi manusia bertaqwa pun tidak sampai di bulan suci Ramadhan saja. Bila
selama berpuasa kita semaksimal mungkin menjadi manusia yang bertaqwa dengan
menjalankan yang ma’ruf dan mencegah dari munkar. Maka, setelah bulan suci
Ramadhan pun demikian juga. Karena itulah makna dalam menyambut hari raya idul
fitri.
Kita
telah berhasil, berproses menjadi manusia bertaqwa di bulan suci Ramadhan, dan
siap menjadi manusia bertaqwa di bulan-bulan selanjutnya. Bila di bulan suci
Ramadhan kita banyak berbuat kebaikan, sama halnya dengan setelah bulan suci.
Demikian bila di bulan suci kita banyak menahan hawa nafsu dalam berbuat
hal-hal negatif, maka di bulan berikutnya pun demikian.
Ubay
bin Ka’ab memberikan sebuah gambaran mengenai apa itu taqwa. Umar bin Khattab
pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang taqwa. Ubay berkata, “Apakah Anda
pernah melewati jalan yang banyak durinya?” “Pernah,” jawab Umar. “Bagaimana
jika Anda melewatinya lagi?” Umar menjawab, “Saya sungguh akan berhati-hati
melewati jalan tersebut.” Ubay pun berkata, “Itulah arti taqwa yang
sebenar-benarnya.”
Oleh
sebab itu, penting bagi kita untuk merenungi selama satu bulan penuh berpuasa,
apa saja yang sudah kita perbuat. Sudahkan kita menjadi mansia yang bertaqwa
sebagai Allah Swt menyerukan firmannya kepada kita semua. Sungguh, jangan kita
jadikan diri kita sendiri termasuk orang berpuasa yang hanya mendapat lapar dan
haus saja. “Betapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan dari
puasanya tersebut kecuali lapar dan dahaga.” (HR. At-Thabrani.)
Sambut
Idul Fitri dengan Melaksanakan Sunnahnya
Agar
tidak meninggalkan keberkahan hari raya idul fitri, maka sangat baik bila
seorang muslim menyambut idul fitri dengan melaksanakan sunnahnya. Adapun
sunnah dalam menjalankan idul fitri seperti bertakbir.
Mengumandangkan
gema takbir sudah pasti bisa kita dengar dari satu masjid ke masjid lain yang
saling bersahutan. Bahkan, sudah sejak malam hari, setelah selesai berpuasa,
semua masjid, mushola mengumandangkan gema takbir.nah, sunnah mengumandangkan gema
takbir di hari raya idul fitri dilaksanakan dimulai sejak terbenam matahari
masuknya bulan syawal hingga salat ied dilaksanakan.
Sunnah
selanjutnya adalah salat idul fitri. Salat ied sendiri dijatuhkan hukum sunnah
muakkad.
Namun, beberapa ulama ada yang mewajibkannya. Hal ini karena salat ied
menjadi salat yang sangat dianjurkan. Sunnah selanjutnya seperti makan sebelum
salat, berpakaian rapi dan berhias, mandi pagi dan pulang dari tempat salat ied
dengan jalan yang berbeda. *(NSR/BerbagaiSumber).
Posting Komentar untuk "Merayakan Hari Raya idul Fitri: Menghayati Kembali Tujuan Satu Bulan Puasa"