Memetik Hikmah dari Pertemuan Nabi Musa saat Berguru dengan Nabi Khidir
sumber: google.com |
Dikisahkan,
Nabi Musa sedang berpidato di depan kaumnya Bani israil. Ia berdakwah dan
menasehati mereka. Begitu Nabi Musa selesai memberikan dakwahnya, seseorang
bertanya kepadanya mengenai siapakah hamba Allah yang lebih pandai dan
berpengetahuan. Maka pada saat itu ia menjawab dirinya sendiri. Namun, pada
saat itu juga, di hati kecilnya timbul ucapan yang sombong bahwa ia Nabi Musa,
ialah penakluk firaun, pemegang mukjizat, ia mampu membelah lautan, memperoleh
kesempatan bercakap-cakap dengan Allah Swt. Rasa sombong ini langsung ditegur
oleh Allah Swt.
Allah
Swt langsung memperingatkan bahwa ilmu Allah itu luas. Akan ada orang yang
lebih pandai dan berilmu walau sekalipun ia adalah seorang rasul. Setelah
memperingatkan kesombongan Nabi Musa tersebut, Allah Swt mengutusnya untuk
menemui seorang hamba-Nya yang soleh yang telah diberi rahmat dan ilmu oleh
Allah Swt.
Nabi
Musa diperintahkan oleh Allah Swt untuk mencari seorang hamba-Nya yakni Nabi
Khidir hanya berbekal petunjuk untuk membawa seekor ikan di dalam keranjang.
Difirmankan oleh Allah Swt bahwa ia akan bertemu dengan Nabi Khidir tepat di
mana ikan itu akan hilang.
Maka
berangkatlah Nabi Musa bersama pengikut setianya Yusya bin Nun. Yusya bin Nun
membawa bekal makanan dan minuman serta ikan yang sudah dimasukkan ke dalam
keranjang. Perjalanan pun dimulai dan setibanya Nabi Musa sampai pada dua
lautan saling bertemu, tertidurlah Nabi Musa di tepi lautan. Nabi Musa tertidur
pulas hingga hujan turun membasahi ikan di dalam keranjang yang menjadikan ikan
itu hidup kembali dan melompat ke laut.
Setelah
bangun, Nabi Musa melanjutkan perjalanan dan memerintahkan Yusya untuk
mempersiapkan bekal. Namun, setelah melihat ke keranjang, Yusnan tersadar bahwa
ikan di keranjang telah hilang di tempat tadi ia beristirahat. Segeralah Yusnan
memberitahu Nabi Musa. Dan setelah tahu kabar tersebut, Nabi Musa memerintahkan
Yusnan untuk kembali ke tepian pulau tersebut dan mulai mencari Nabi Khidir.
Setibanya
di tepian pantai tempat Nabi Musa tertidur, nampaklah seorang bertubuh kurus
langsing pada wajahnya terlihat cahaya dan iman sebagai tanda orang soleh. Maka
benarlah petunjuk dari Allah Swt bahwa orang tersebut adalah Nabi Khidir. Maka,
Nabi Musa pun segera meminta untuk mengikuti ke mana Nabi Khidir hendak pergi
untuk menjadi muridnya dan menyerap setiap ilmu yang ditemuinya nanti.
Namun,
Nabi Khidir memberikan persyaratan kepada Nabi Musa bahwa ia haruslah sabar,
tidak boleh mendahului bertanya sebelum Nabi Khidir yang memberitahunya
langsung. Nabi Khidir pun memberi sayarat bahwa Nabi Musa tidak boleh menentang
atas apa yang dilakukannya. Maka, Nabi Musa pun mengiyakan, “Insya Allah engkau
akan mendapati aku seorang yang sabar, tidak melanggar sesuatu perintah atau
petunjuk daripadamu.”
Ujian
Nabi Musa pertama dimulai saat Nabi Khidir merusak perahu seorang penduduk yang
sudah dengan baik hati memberikan tumpangannya. Maka, Nabi Musa pun melihat ini
sebagai suatu kesalahan. Maka proteslah Nabi Musa terhadap Nabi Khidir dengan
mengatakan bahwa apakah Nabi Khidir hendak menenggelamkan mereka. Maka Nabi
Musa pun lupa akan janjinya untuk tidak protes dan bertanya serta tidak
mencegah setiap perbuatan yang dilakukan Nabi Khidir. Hingga, Nabi Khidir memberikan
kesempatan kepada Nabi Musa untuk dizinkan mengikuti perjalanannya lagi.
Perjalanan
kedua dilalui setelah sampai didaratan. Namun, alangkah terperanjatnya Nabi
Musa ketika itu yang melihat Nabi Khidir membawa seorang anak kecil ke tempat
yang sepi dan membuhunya. Maka, tak tinggal diamlah ia dan langsung menegur
Nabi Khidir. Lagi-lagi Nabi Musa lupa akan janji awalnya. Dan lagi Nabi Khidir
memberikan kesempatan kepadanya. Namun, ini adalah kesempatan terakhir.
Maka,
perjalanan dilanjutkan hingga sampai di sebuah desa di mana tidak ada yang mau
menerima mereka untuk beristirahat. Namun, di perjalanan keluar dari desa
tersebut, Nabi Khidir malah memperbaiki dinding salah satu rumah dan kembali
menegakkan dinding tersebut. Tak sabar, Nabi Musa pun kembali protes kepada
Nabi Khidir kenapa ia malah memperbaiki rumah di mana desa ini tidak ada yang
mau menerima mereka beristirahat. Maka, Nabi Khidir pun mencukupi perjalanan
Nabi Musa untuk bisa mengikutinya.
Sebelum
berpisah, Nabi Khidir memberikan jawabannya, “Wahai Musa, ketahuilah,
pengrusakan bahtera yang kita tumpangi itu dimaksudkan untuk menyelamatkan dari
pengambil alihan perahu dari raja zalim yang sedang mengejar di belakang. Maka
aku melubangi perahu tersebut agar raja tersebut berpikir ulang untuk mengambil
perahu tersebut karena dianggapnya sudah rusak.”
“Mengenai
anak kecil yang aku bunuh. Ketahuilah bahwa kelak, saat besar nanti anak
tersebut akan menjadi anak yang durhaka terhadap orangtuanya. Aku berharap,
dengan matinya anak tersebut, Allah Swt akan menaruniainya dengan pengganti
yang soleh.”
“dan
tentang dinding yang aku perbaiki. Ketahuilah, bahwa di bawah dinding yang akan
roboh tersebut, terdapat harta warisan peninggalan orangtua atas dua anak yatim
piatu di sana. Ayah mereka adalah orang yang soleh, ahli ibadah dan Allah
menghendaki warisan yang ditinggalkan sampai kedua anak tersebut tumbuh
dewasa.”
“Wahai
Musa, ketahuilah, segala tujuan tindakanku yang terlihat salah bukan atas
kehendakku. Melainkan tuntunan wahyu Allah kepadaku.” Maka, berakhirllah
pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir.
Hikmah
yang bisa dipetik dari kisah tersebut adalah bahwa kita harus bisa bersabar,
tidak terburu-buru untuk mendapatkan sebuah jawaban kebijaksanaan dari setiap
kejadian yang kita temui. Selanjutnya adalah sudah seharusnya seorang murid
memiliki adab dan mendengarkan apa yang gurunya sampaikan dari awal sampai
akhir terlebih dahulu. Semoga kita semua bisa menjadi manusia yang sabar, dapat
melihat setiap kejadian dengan hal positif dan menjadi seorang murid yang
teladan. Aamin. *(NSR/berbagaisumber).
Posting Komentar untuk "Memetik Hikmah dari Pertemuan Nabi Musa saat Berguru dengan Nabi Khidir"