Kenapa Saya Tidak Bahagia Meski Sudah Bekerja?
Bekerja, di mana menjadi sebuah kata
dalam benak usaha kita sebagai manusia untuk mendapatkan uang. Tidak punya
uang, maka bekerjalah. Begitulah yang kita dengar. Kata-kata itu seolah
mendoktrin bagi setiap orang untuk terus bekerja mencapai level tinggi guna
mendapatkan gaji besar. Namun, apakah kita bahagia saat menjalaninya?
Saat kita berjuang dalam
bekerja ada dua hal yang pasti dikejar, kemakmuran dan kebahagian. Namun
sayang, banyak di antara kita yang ternyata tidak mendapatkan keduanya. Menurut
penelitian Carnegie Mellon Unversity, sejak 1983 hingga 2009 tingkat stres
meningkat dari waktu ke waktu, 18% sampai 24%.
Alih-alih menambah kebahagiaan, malah stres yang bertambah.
Perlu
diperhatikan adalah:
1.
Target
boleh bertambah, namun stres jangan sampai bertambah.
Sebagian orang ada yang berpikir,
ketika ia bekerja keras untuk meraih posisi manajer pasti akan mendapatkan
kemakmuran dan kebahagiaan. Padahal belum tentu hal tersebut ia dapatkan.
Mengapa? Ya, ketika ia menjadi manajer, ia akan berpikir kembali menjadi
direktur. Saat ia mendapatkan posisi direktur, ia akan berpikir kembali menjadi
komisaris. Hingga waktu hidupnya habis digunakan untuk mengejar posisi
tertinggi saja. Setelah mendapatkan posisi tertinggi pun mesti banyak yang
harus dipikirkan pula. Mestinya, sudah seharusnya detik itu juga memutuskan
untuk mendapatkan kebahagiaan, tanpa syarat!
Masih berbicara soal bahagia. Tak
dipungkiri, agama bukan saja mengatur umatnya, melainkan memberikan kebahagiaan
dna keselamatan. Berbagai macam penelitian membuktikan bahwa seseorang yang
mempunyai keyakinan kuat terhadap agamanya, dipastikan mempunyai psikologi yang
lebih baik, tidak mudah stres, kebal terhadap fluktuasi ekonomi.
Apa
hubungannya antara bekerja >< agama dan kebahagiaan >< ibadah?
Semua
orang, termasuk kita sendiri harus menyakini bahwa #Kerjaituibadah (Work
with Worship).
·
Dengan
bekerja, kita mencukupi diri sendiri sehingga menjaga dari meminta-minta.
·
Dengan
bekerja, kita mencukupi keluarga inti dan membantu keluarga besar.
·
Dengan
bekerja, kita berusaha menjadi teladan terbaik bagi anak-anak.
·
Dengan
bekerja, kita berusaha untuk jujur dan gigih, agar mnejadi amal jariyah bagi
orangtua dan guru kita.
·
Dengan
bekerja, kita menjalankan peran sebagai khalifah yang pantang menyia-nyiakan
potensi dan pantang berbuat kerusakan.
#Kerjaituibadah,
di mana selalu ada nilai dakwah, amanah, anugerah, kehormatan, pelayanan,
panggilan, aktualisasi, potensi, dan seni dalam diri kita.
Buya Hamka sejak puluhan tahun silam
dengan tegas mengingatkan, ketika manusia bekerja, hendaknya ia juga mencari
keberkahan, keilmuan, pengalaman, silaturahim, nama baik dan lain sebagainya. Bukan
sekedar kerja, kerja dan kerja. Namun harus diiringi dengan, berkah, berkah dan
berkah.
Lantas apakah ada yang namanya
bekerja tapi tidak mempunyai nilai ibadah? hal ini bukan menjadi perkara yang
mustahil. Ada saja orang yang bekerja namun disayangkan nilai ibadahnya telah
hilang. Seperti:
1.
Mencuri
waktu di kantor.
2.
Tidak
bekerja sepenuh hati. Hati dan pikiran tidak selaras dengan badan yang ada di
kantor.
3.
Menjelek-jelekkan
atasan, rekan sekantor, bahkan bergunjing tentang kantor.
4.
Tidak
peduli dengan masalah-masalah kantor yang berhubungan dengan dirinya.
5.
Menjalankan
politik kotor.
6.
Membenarkan
diri sendiri, menyalahkan keadaan, bahkan oprtunis dari setiap keadaan di
kantor.
7.
Masuknya
nyuap, datang telat, pulang cepat, ngeluh setiap saat, kerja lambat, dan malas
berlipat ganda.
Hal-hal di ataslah yang dimaksud
kerja tanpa ibadah. Ketika seseorang bekerja pada kondisi seperti di atas, tak
ayal jika hidupnya dijauhkan dari kemakmuran dan kebahagiaan. Bagaimana bisa?
Jika seseorang mendapatkan gaji dari
perusahaannya sebesar Rp 5 juta, namun nilai kerja dan kinerjanya hanya Rp 3
juta. Pastilah ada kekurangan Rp 2 juta. Secara fisik memang tidak terlihat
uang Rp 2 juta itu hilang, karena orang tersebut mendapatkan gaji full Rp 5
juta. Tapi... masih ada tapi di sini. Kekurangan Rp 2 juta tersebut akan Tuhan
ambil dalam bentuk lain.
Seperti, kesehatan tubuh menurun
(menjadi sakit), hati yang selalu resah, pasangan yang berulah, anak selalu
mendapat masalah, masa tua menjadi susah, dan lain sebagainya. Ingat, Tuhan itu
Maha Melihat dan Maha Membalas.
Oleh
karena itu, bekerjalah dengan niat ibadah dan jangan jauhkan diri kita pada
ketaatan ajaran agama. Hadirkan nilai-niali kejujuran, ketaatan, kesungguhan
hati pada pekerjaan tersebut. Carilah keberkahan bukan semata materi uang saja.
Semoga kita semua dijauhkan dari hal-hal yang menjauhkan kita dari kemakmuran
dan kebahagiaan. Aamin.
Sumber: Success Protocol, Ippho R Santosa.
2 komentar untuk "Kenapa Saya Tidak Bahagia Meski Sudah Bekerja?"
Tapi, yang saya maksud dalam tulisan di sini bukan ke konteks rezekinya, tapi proses saat kita bekerja. sudah sepenuhnya kah kita bekerja atau malah setengah-setengah. Benar kalo sudah bekerja, ya jalani. tapi menjalani juga dengan sungguh-sungguh. karena terkadang kita kehilangan kebahagiaan itu karena proses bekerja kita yang tidak sepenuhnya.
terima kasih sudah berkomentar. jangan bosen mampir... :-D