Kisah Hidup Asmara Rasulullah Saw Bersama Khadijah binti Khuwailid
Pernikahan Rasulullah Saw dengan Khadijah
Keindahan akhlaq Rasulullah Saw seperti sifat jujur,
amanah, dapat dipercaya serta keberkahan dari pernigaan yang dijalankannya menjadikan
Khadijah binti Khuwailid jatuh cinta kepada Rasul.
Khadijah
adalah seorang janda Quraisy yang terkenal dengan kekayaan hartanya, suci dan
bijak serta putri bangsawan Quraisy. Melihat kebaikan serta keindahan akhlaq
Rasulullah Saw membutanya jatuh cinta. Wajar saja, jika Khadijah sangat tertarik
terhadap Rasulullah Saw.
Khadijah
lantas mengutus sahabatnya untuk menyampaikan niatnya menikahi Rasulullah Saw. Rasulullah
Saw pun menyetujui dan kemudian berbicara kepada paman-pamannya. Selanjutnya,
keluarga Rasulullah melamar Khadijah kepada pamannya yang bernama ‘Amr ibn
Asad.
‘Amr ibn
Asad akhirnya menikahkan Khadijah dengan Rasulullah Saw di hadapan Bani Hasyim
dan para pemuka kabilah Quraisy dengan maskawin 20 ekor unta (ada pula yang
menyebutkan 6 ekor unta). Dan Abu Thalib sebagai paman Rasulullah Saw sebagai
penyampai khutbah nikah keduanya.
Pernikahan
Khadijah dengan Rasulullah Saw terjadi setelah Rasul pulang dari negeri Syam
untuk keperluan berdagang. Pernikahan tersebut terjadi saat Khadijah berusia 40
tahun dan Rasulullah Saw berusia 25 tahun.
Rasulullah
Saw dan Khadijah menjalani kehidupan rumah tangga mereka sebagaimana layaknya
suami-isteri. Mereka mempunyai anak, bertetangga, bersahabat, berdagang, dan
bekerja.
Pernikahan
Khadijah dengan Rasulullah Saw dikaruniai empat orang anak perempuan dan dua
anak laki-laki. Empat anak perempuan tersebut adalah Zainab, fatimah, Ruqayyah,
dan ‘Ummu kultsum. Sedangkan satu anak laki-laki tersebut diberi nama Al-Qasim
dan ‘Abdullah.
Khadijah
merupakan istri pertama Rasulullah Saw. beliau tidak pernah menikahi wanita
lain sampai Khadijah meninggal dunia. Dan Khadijah meninggal dunia meninggal pada
usia 65 tahun di kota Makkah sebelum kewajiban salat lima waktu diturunkan pada
tahun kelima sebelum hijrah.
Perjuangan Khadijah bersama Rasulullah Saw
Seringnya Rasulullah Saw memuji dan melebihkan
Khadijah dari istri-istri beliau yang lain terkadang membuat ‘Aisyah cemburu
kepadanya, walaupun mereka berdua tidak pernah bertemu. Menjadi hal wajar
Rasulullah Saw memberikan pujian kepada Khadijah setelah kepergiannya.
Khadijah
merupakan istri yang lebih tua dari Rasulullah Saw. bukanlah perjuangan yang
sepele untuk menjadi istri Rasulullah kala itu. Besar perjuangan dan sumbangsih
Khadijah terhadap dakwah Islam periode awal tersebut. Hal ini menjadikan
keawajaran mengapa Rasulullah Saw begitu mencintai Khadijah sepanjang hidupnya.
Diriwayatkan
dari ‘Abdullah Al-Bahi, ‘Aisyah berkata:
“Ketika
Rasulullah Saw menyebut nama Khadijah, beliau hampir tidak pernah bosan memuji dan
beristigfar untuknya. Pada suatu hari, beliau menyebut-nyebut Khadijah sehingga
membuatku terbakar cemburu. Lalu aku berkata, ‘Sungguh Allah telah menggantikan
perempuan tua itu untukmu.’ Aku melihat beliau sangat marah, hingga membuat
kulitku seakan-akan mau jatuh. Aku berkata dalam hati, ‘Ya Allah, seandainya
Engkau menghilangkan marah Rasulullah Saw terhadapku, aku tidak akan pernah
menyebut-nyebut Khadijah lagi dengan
kata-kata yang tidak pantas selama aku hidup. Ketika Rasulullah Saw
melihat apa yang terjadi padaku, beliau bersabda: ‘Apa maksud kata-katamu? Demi
Allah, sesungguhnya Khadijah beriman kepadaku pada saat orang-orang
mengingkariku, ia melindungiku pada saat orang-orang menjauhiku, ia
membenarkanku pada saat orang-orang mendustakanku, dan ia meberikanku anak pada
saat kalian (laki-laki) mengharamkannya.’ Lalu Rasulullah Saw berpaling dariku
sepanjang pagi dan sore hari selama satu bulan.”[1]
Kebahagiaan
rumah tangga Khadijah dengan Rasulullah Saw mulai terganggu ketika turunnya
risalah dari Allah Swt kepada Muhammad Saw. Saat itu usia Rasulullah Saw
mencapai 40 tahun. Rumah tangganya mulai diganggu oleh masyarakat yang
menganggap Rasulullah Saw sebagai orang yang telah menyimpang dari ajaran nenek
moyang/leluhurnya.
Diawali dengan
menyampaikan risalah dari orang terdekatnya keluar dan sahabat, hingga meluas
pada masyarakat sekitar. Penyebaran risalah tersebut dilakukan dengan dua cara,
yakni secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.
Sejarah mencatat,
Khadijah adalah perempuan pertama yang memeluk agama Islam bersama beberapa
kerabatnya dan teman dekat Rasul, yakni Zaid ibn Al-Harits, ‘Ali ibn Abu
Thalib, dan Abu Bakar As-Shiddiq. Mereka masuk Islam pada hari pertama
dimulainya dakwah. Setelah itu, melalui Abu bakar, beberapa orang mulai masuk
Islam, yakni Utsman ibn ‘Affan, Al-Zubair ibn Al-Awwam, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf,
Sa’ad ibn Abu Al-Waqqash, Thalhah ibn ‘Ubaidillah. Disusul Bilal ibn Rabbah,
Abu ‘Ubaidah ibn Al-Jarrah, Abu Salamah ibn Abu Al-Asad dan lainnya.
Pada saat
Rasulullah Saw mendapat tuduhan sebagai seorang penyihir, penyair dan orang
gila. Padahal sebelumnya mereka semua sangat mengagumi Rasulullah Saw.
Kesalahan Rasulullah Saw di mata masyarakat sekitar hanya satu, menghina tuhan
mereka serta mengkritik praktik-praktik spiritual dan sosial yang sudah ada
sejak lama. Tuduhan itu tidak hanya disampaikan oleh orang lain saja, melainkan
paman Rasulullah, Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil juga ikut menuduhnya serta
menyatakan permusuhan kepadanya.
Allah
Swt sangatlah tepat memilih Khadijah sebagai istri Rasulullah Saw kala itu.
kesucian serta ketulusan hati Khadijah menjadikan Rasulullah Saw tidak pernah
merasa sendiri dalam menerima penolakan, penghinaan, fitnah, dan penyiksaan
yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy. Perjuangan Khadijah dalam membela
dakwah Islam sangatlah berharga dan tidak ternilai oleh bumi beserta isinya.
Banyak sekali
upaya yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy untuk menghalangi Rasulullah Saw
melakukan dakwah Islamnya. Sesekai mereka melobi Abu Thalib, paman sekaligus
orang yang bertanggung jawab atas keberadaan beliau di tengah-tengah mereka. tetapi,
karena ketehuhan serta tekad kuat dari Rasulullah Saw yang tidak pernah takut
menerima segala resiko yang terjadi, langkah tersebut gagal.
Tidak berhenti
sampai disitu. Orang Quraisy melarang orang-orang yang menunaikan ibadah haji
untuk mendengarkan dakwah. Ejekan, penghinaan, pengolok-olokan, dan penertawaan
dilontarkan kepada beliau untuk melemahkan mental para pengikutnya yang masih
rawan. Perlawanan itu pun dilontarkan kepada ajaran-ajarannya. Orang-orang
Quraisy berusaha membangkitkan keraguan di hati orang-orang terhadap kebenar
Al-Qur’an. Namun, semua itu juga tidak
berhasil.
Kegagalan
tersebut tidak membuat kaum Quraisy menyerah begitu saja. Tekanan demi tekanan
dilancarkan empat tahun kemudian. Mereka mengganggu Rasulullah Saw, menyiksa
orang-orang yang masuk Islam, dan terus berupaya menghadang berbagai macam
siasat untuk menghalangi dakwah Islam.
Penyerangan
setelah empat tahun tersebut dipimpin oleh Abu Lahab. Ketika musim haji, Abu
Lahab menguntit Rasulullah Saw dari belakang seraya berkata kepada seluruh
orang yang dilewatinya bahwa Muhammad adalah seorang pendusta. Kemudian, ia
melempari beliau dengan batu dari belakang hingga tumit beliau berdarah. Selain
itu, Ummu Jamil, istri Abu Lahab juga ikut mempersulit dakwah Rasulullah Saw
dengan menaburkan duri di sepanjang yang biasa beliau lewati guna melukai
beliau di waktu malam hari. Saat siang, Ummu Jamil menebar api fitnah. Hal tersebut
disebutkan dalam Al-Qur’an dengan hammalah al-hathab atau perempuan
pembawa kayu bakar.
Selain Abu
Lahab dan Ummu Jamil, ada Abu Jahal, AL-hakam ibn Abu Al-Ash, Uqabah ibn Abu Mu’ith,
‘Adi ibn Hamra, Syaibah ibn Rabi’ah, Al-Walid ibn ‘Utbah, Umayyah ibn Khalaf
dan banyak lagi. Merekalah orang-orang yang mencela Rasulullah Saw secara
habis-habisan dengan memfitnah, menganiaya dan melakukan upaya pembunuhan
kepada Rasulullah Saw.
Gangguan
dan penyiksaan tersebut tidak begitu berarti bagi Rasulullah Saw. Hal tersebut
dikarenakan kepribadian Rasulullah Saw yang berwibawa dan dihormati oleh setiap
orang yang mengenalnya secara spontan. Dan di sisi lain, Rasulullah Saw pun
mendapatkan perlindungan dari Abu Thalib, tokoh yang paling berpengaruh di
Makkah. Namun, yang terpenting adalah keberadaan Khadijah yang selalu
memberikan ketenangan dan memberikan semangat. Khadijah tidak segan-segan
mengorbankan harta, raga dan jiwa untuk membantu perjuangan dakwah Rasulullah
Saw. Kedudukan Khadijah sebagai orang terpandang di kalangan orang-orang
Quraisy sedikit banyaknya membuat mereka berpikir dua untuk membunuh beliau
secara terang-terangan.
Rasulullah
Saw tidak pernah merasa takut terhadap gangguan dan penyiksaan yang dilancarkan
untuknya. Rasulullah Saw hanya menghawatirkan orang-orang yang memeluk Islam
dari tangan orang-orang Quraisy.
Bilal
(w. 20 H) dikalungi tali lehernya oleh Umayyah ibn Khalaf, lalu diserahkan
kepada anak-anak kecil untuk dibawa lari-lari di bukit di makkah hingga
lehernya membilur akibat jeratan tali. Bilal juga dipukuli menggunakan tongkat
secara habis-habisan. Bilal pun didudukkan di bawah terik matahri dan dibiarkan
kelaparan. Terakhir, Bilal dibawa oleh Umayyah ke padang pasir di Makkah saat
matahri berada di atas pusat bumi. Bilal ditelentangkan, lalu batu besar
ditindihkan di atas dadanya.
‘Ammar
ibn Yasir (w. 37 H) beserta orangtuanya Yasir dan Sumayyah, diseret oleh
orang-orang Quraisy yang dipimpin Abu Jahal le tengah padang pasir yang panas
membakar dan menyiksa. Ayah ‘Ammar, yakni Yasir yang sudah tua renta tak mampu
menahan penyiksaan tersebut hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sumayyah,
meninggal dunia ditikam dengan tombak oleh Abu Jahal. Disusul oleh ‘Ammar yang
sebagian tubuhnya dibenamkan di dalam pasir, sementara itu sebuah batu panas
diletakkan di atas dadanya yang telanjang. Penyiksaan tersebut tidak dihentikan
hingga ‘Ammar mencela Rasulullah Saw atau memuji Lata dan ‘Uzza, tuhan mereka.
Dan masih
banyak lagi penyiksaan yang dilakukan kepada orang-orang yang masuk Islam. Perjuangan
Rasulullah Saw dan Khadijah masihlah panjang. Perjuangan Khadijah selama
mendapingi Rasulullah Saw dalam berdakwah sangatlah berkesan di hati Rasul.
Khadijah
selalu membenarkan Rasulullah Saw dalam segala hal yang disampaikan dari Allah
Swt. Khadijah juga menguatkan tekad Rasulullah Saw dalam menyampaikan
risalah-Nya. Tidak semata-mata beliau menghadapi penolakan dan pendustaan,
kecuali Allah Swt melapangkan dada beliau dengan Khadijah. Khadijah senantiasa
memantapkan hati, membenarkan serta meringankan beban Rasulullah Sa. Sehingga,
segala macam bentuk perlakuan yang mengancam dan tidak menyenangkan dari kaum
Quraisy menjadi terasa ringan dijalaninya.
Ibn ‘Abbas
(w. 620 H) meriwayatkan, Rasulullah Saw pernah membuat empat garis di atas
tanah, lalu beliau bersabda, “Tahukah kalian apa maksudnya?’ Para sahabat
menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Lalu beliau bersabda, ‘Sebaik-baik
perempuan surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam
binti ‘Imran dan Asiah binti Muzahim (istri Fir’aun).” (HR. An-Nasai).
Dalam riwayat
sahih lainnya, Khadijah juga disebut oleh Rasulullah Saw sebagai perempuan
terbaik di langit dan bumi, di samping Maryam. Rasulullah Saw bersabda:
“Sebaik-baik
perempuan bumi adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik perempuan langit adalah
Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Al-Bukhari).
Selesai
“Sesunggunya, istri-istri Rasulullah Saw telah
dipilih oleh Allah Swt sebagaiman beliau dipilih sebagai nabi-Nya.” (Muhammad
Makhyaruddin, 2013 :107).
Daftar Pustaka
Anaedi, Ganna Pryadharizal. 2013. Sirah Nabi Ringkasan
Buku Sejarah Nabi Saw. yang Fenomenal, Al-Rahiq Al-Makhtum. Bandung: Mizan.
Makhyaruddin, D. Muhammad. 2013. Muhammad
Saw. the Super Husband Kisah Cinta Terindah Sepanjang Sejarah. Jakarta:
Noura Books.
[1] Hadits ini sebagaimana dikomentari oleh
Ibn ‘Asakir, termasuk hadits gharib (asing) dari hadits ‘Abdullah Al-Bahi dari
Umm Al-Mu’minin ‘Aisyah binti Abu Bakr
Al-Shiddiq. Tidak diketahui ada perawi yang meriwayatkan selain Wa’il ibn Dawud
Al-Laitsi AL-Kufi
Posting Komentar untuk "Kisah Hidup Asmara Rasulullah Saw Bersama Khadijah binti Khuwailid"