Faktor Pendukung Kesuksesan Dakwah
Pendahuluan
Pada
zaman modern ini, sudah banyak sekali bermunculan para da’i-da’i di tanah air.
Bahkan untuk saat ini, da’i sudah menjadi bagian dari sebuah profesionalisme.
Yang sehingga berbagai macam gaya, berbagai macam slogan, berbagai macam sifat antara
satu da’i dengan da’i lain menjadikan mad’u semakin memilih, siapa da’i yang enak dipanggil? Siapa da’i yang memiliki
bayaran murah? Siapa da’i yang memiliki kualitas terbaik? Dan lain-lain
macamnya.
Ketika
para da’i sudah terfokus pada sebuah kata “profesionalisme”, mereka pun
terkadang lupa dengan target dakwah mereka. Mereka melupakan yang namanya
retorika atau bahkan mereka sendiri tidak mengetahui ilmu retorika itu seperti
apa. Dan tidak hanya sampai pada ilmu retorika, mereka pun terkadang pula
melupakan aturan dalam kaidah ilmu dakwah.
Ketika
dakwah sudah dapat dikatakan sebagai ilmu dakwah, seharusnya pada da’i pun
dituntut untuk berdakwah dengan kaidah ilmu dakwah, bukan hanya sekedar
berdakwah sebagai kewajiban “profesionalisme” saja. Pada dasarnya banyak sekali
untuk zaman sekarang ini para da’i yang berdakwah, namun mereka lupa akan
kaidah ilmu dakwah. Da’i tidak mengetahui bagaimana berdakwah pada mad’u yang
bernotabene masyarakat perkotaan, pedesaan, kaum industri dan lain-lain. Da’i lupa
akan aturan penyampaian dakwah yang sistematis, dari pembuka, isi, dan
kesimpulan. Yang sehingga semua itu menyebabkan miss communication
antara da’i dengan mad’u. Atau kita sebut saja, dakwah yang sia-sia, da’i
menggugurkan kewajibannya sebagai pendakwah, dan mad’u hanya duduk diam tanpa
mengetahui apa yang disampaiakan oleh da’i tersebut.
Oleh
karenanya, dalam observasi ini, saya akan memberikan sebuah gambaran mengenai
da’i yang sebenar-benarnya. Da’i yang mengetahui kaidah-kaidah ilmu dakwah, dan
da’i yang mengetahui kaidah ilmu retorika.
Faktor Pendukung Kesuksesan Dakwah
Ketika
kita ingin menilai seorang da’i, apakah ia sudah dapat disebut sebagai da’i
atau belum, maka kita harus melihat pada faktor pendukung seorang da’i. Karena,
faktor pendukung inilah yang akan menjadikan suksesnya seorang da’i dalam
menyampaikan dakwahnya. Seperti yang sudah saya katakan pada bagian
pendahuluan, utnuk saat ini begitu banyak para da’i yang bermunculan, bahkan
sekarang da’i sudah dikatakan sebagai profesionalisme. Namun, da’i yang
benar-benar da’i inilah yang sekarang semakin sulit untuk ditemukan. Sehingga,
coba kita lihat kembali apa saja faktor pendukung tersebut yang menjadikan da’i
adalah seorang da’i sukses:
1. Da’i
·
Memiliki kemampuan dalam ilmu (khususnya agama)
·
Memiliki akhlak yang baik
·
Pandai bergaul
·
Memiliki persiapan yang cukup
·
Memiliki kemampuan dalam menggunakan media dakwah
2. Mad’u (pendengar)
·
Objek yang jelas untuk terlaksananya dakwah. Wajib
hukumnya untuk seorang da’i mencari tahu kondisi mad’u sebelum ia memberikan
tausiyahnya. Karena dengan mengetahui kondisi mad’u lah da’i akan dapat
menentukan materi serta metode apa yang cocok untuk mad’unya.
3. Materi dakwah
·
Materi yang disampaikan sesuai dengan objek dakwah
·
Materi yang disampaikan sistematis (sesuai dengan kaidah
retorika).
Sering kita melihat Ustad ataupun ustazah yang menyampaikan tausiyah dengan sangat matang. Saking matangnya dai pun lupa akan waktu, tak terasa sudah satu jam. Namun apa daya, da’i yang berpidato satu jam ternyata tidak menarik simpatik mad’u karena materi yang disampaikan oleh da’i tidaklah cocok dengan mad’u, entah mad’u tidak mengerti dengan materi yang disampaikan ataupun mad’u merasa tausiyah yang disampaikan terlalu dasar sehingga mad’u cuek dengan apa yang disampaikan oleh da’i.
Sering kita melihat Ustad ataupun ustazah yang menyampaikan tausiyah dengan sangat matang. Saking matangnya dai pun lupa akan waktu, tak terasa sudah satu jam. Namun apa daya, da’i yang berpidato satu jam ternyata tidak menarik simpatik mad’u karena materi yang disampaikan oleh da’i tidaklah cocok dengan mad’u, entah mad’u tidak mengerti dengan materi yang disampaikan ataupun mad’u merasa tausiyah yang disampaikan terlalu dasar sehingga mad’u cuek dengan apa yang disampaikan oleh da’i.
Lebih
parah lagi, sering kita melihat da’i yang berbicara pannjang lebar, namun tidak
memiliki tujuan yang jelas atas tausiyah yang disampaikan. Isi materi yang
disampaikan sudah melebar jauh dari tema yang ditetapkan seolah menunjukan da’i
tersebut memiliki ilmu yang sangat banyak. Hal ini jelas salah. Dalam berdakwah
sebaiknya da’i menahan diri, serta harus menguasai betul yang namanya
beretorika. Ia harus paham bagaimana berdakwah yang baik, dimulai dengan
pembuka, isi, kesimpulan dan penutup. Sehingga tausiyah yang disampaikan pun
akan mudah diserap oleh mad’u dan memiliki tujuan yang jelas atas materi yang
disampaikan.
4. Media dakwah
·
Media yang dapat digunakan dalam dakwah (majalah, tv,
mikrofon dan lain-lain).
5. Metode
·
Dapat menggunakan metode dakwah dengan baik yang sesusai
kondisi mad’u.
Kerap
kali kita mendengar bahwa dakwah humoris, dakwah santai, merupakan sebuah
metode agar menarik mad’u. Faktanya bukan, buat apa humoris kalau mad’u tidak
mengerti, merasa dilecehkan, atas cara da’i menyampaikan dakwahnya. Maka, dalam
al-Qur’an Allah telah berfirman pada surat An-Nahl ayat 125 yang menyatakan bahwa metode dakwah ada tiga.
yakni:
1. Metode bil hikmah : yakni
disampaikan kepada golongan cendekiawan yang cinta kebenaran. Mereka adalah
orang-orang yang mampu berfikir secara keritis serta cepat dalam menangkap arti
persoalan. Sehingga mereka harus dipaggil dengan metode bil hikmah
yakni, dengan alasan-alasan, dalil, dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan
akal mereka.
2. Metode mau’idzah hasanah: yakni
disampaikan kepada golongan orang-orang awam. Mereka adalah orang-orang yang
belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka dipanggil
dengan mau’idzah hasanah yakni, dengan memberikan kisah-kisah teladan,
perumpamaan-perumpamaan yang menyentuh jiwa, dengan anjuran-anjuran serta
didikan baik yang mudah dipahami.
3. Metode mujadallah billati hiya ahsan:
yakni disampaikan kepada ahli kitab dan penganut agama lain. Yaitu berdakwah
dengan mujadallah (perdebatan) dengan cara yang baik. Perdebatan dengan
menggunakan logika yang benar dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan
umpatan-umpatan. Metode ini mengajak mereka bertukar fikiran, guna mendorong
agar mereka dapat berfikir secara sehat dan dengan cara yang lebih baik.
Itulah
kelima faktor pendukung seorang da’i. Seorang da’i tidak hanya memikirkan
dirinya sendiri, melainkan ia harus memikirkan kondisi mad’u, materi dakwah,
media apa yang akan membantunya dalam berdakwah, serta metode apa yang
sekiranya tepat digunakan pada kondisi mad’u tersebut.
Semoga,
dengan apa yang sudah saya sampaikan di atas, mampu memberikan gambaran kepada
kita semua, khususnya da’i-da’i agar dapat berdakwah sesuai dengan apa yang
sudah saya sampaikan di atas. Dengan beginilah da’i dapat dikatakan sebagai
da’i, yang memeberikan pengetahuan kepada mad’unya dan dapat diterima, bukan
hanya sekedar menggugurkan kewajiban atas amplop yang sudah diterima oleh da’i
(mengingat da’i pada saat ini sudah dikatakan sebagi profesionalisme).
Jadi, dapat disimpulkan, da’i seperti inilah
mampu memenuhi syarat faktor pendukung seorang da’i. Yang dimana faktor
pendukung itulah yang akan membawanya pada keberhasilan dakwah, yakni:
1. Memiliki tujuan yang jelas
2. Subjek yang memenuhi syarat
3. Metode yang tepat
4. Materi yang sistematis
5. Media yang memenuhi syarat
6. Serta mad’u (keinginan untuk berubah menjadi
lebih baik)
Semoga
dengan apa yang saya bagikan ini mampu meningkatkan kualitas para da’i demi
kemerdekaan Islam kedepannya. Amin, ya Rabbal ‘alamin.
1 komentar untuk "Faktor Pendukung Kesuksesan Dakwah"