Resensi Surat Dahlan
Judul Buku :
Surat Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
ISBN :
978-602-7816-25-1
Penerbit :
Noura Books
TahunTerbit :
2013
Tebal Halaman : 396
Menetap di Samarinda, Kalimantan. Di sanalah tempat
Dahlan melanjutkan kuliahnya. Demia membahagiakan sang Bapak, demi mencari
cita-cita selain memilliki sepatu dan sepeda, dan demi menyangupi tuntutan
Aisya, gadis yang ia senangi, Dahlan mengejar gelar sarjana.
Kuliah buat Dahlan merupakan tempat mencari ilmu, dimana
mahasiswa memiliki hak pendapat yang bebas. Namun tidak untuk kenyataan ini, di
PTAI Samarinda, ia merasa seperti sedang belajar di masa-masa SMA. Hanya
dipenuhi dengan teori, dan penjelasan dari dosen. Inilah yang membuat Dahlan
menjadi bosan untuk kuliah. Sehingga kerap kali ia merasa bosan, ia memutuskan
untuk tidak kuliah dan pergi ke sekretariat Pelajar Islam Indonesia (PII).
Semenjak masa Soeharto, Dahlan yang aktif sebagai anggota
PII, dan aktif membuat berita-berita untuk majalah kampus, tiba-tiba dikejutkan
denngan dilarang terbitnya majalah kampus tersebut tanpa alasan apapun. Hal ini
membuat ia sadar, hal ini semata karena tulisannya yang membuat pedas mata
dekan. Tulisan mengenai perlakuan pemerintah terhadap anggota dan simpatisan
PKI.
Satu masalah muncul, tiba-tiba Dahlan dikejutkan dengan
kedatangan Maryati di rumah Mbak Atun tempat Dahlan singgah. Hal ini merupakan
masalah buat Dahlan, karena untuk apa maryati menyusulnya ke Samarinda? Sebagai
temankah ia menyusul Dahlan? Namun ternyata tidak. Maryati menyukai Dahlan, dan
Maryati pun akhirnya mengakui perasaanya tersebut. Dahlan yang mendengar
perkataan Maryati itu, secara tiba-tiba terperanga mendengan perkataan Maryati.
Karena, bukankah Maryati tau bahwa Dahlan menyukai Aisya, dan sedang terlibat
janji pertemua setelah usai kuliah. Namun itulah Dahlan, orang yang tak suka
bertele-tele, dan ia pun langsung menjawab perkataan Maryati itu dengan menolak
cintanya. Dan Maryati pun akhirnya menangisi penolakan itu.
Merasa sudah gerah dengan perlakuan pemerintah, yang di
pimpin oleh Soeharto, akhirnya Dahlan, beserta anggota PII mengadakan aksi demo
untuk membela rakyat. Namun bukan didengar aksi demonya, ia dan anggota PII
malah di kejar-kejar oleh para tentara dan ditangkap. Banyak dari Anggota PII
yang tertangkap, namun tidak dengan Dahlan. Ia terselamatkan walau hampir
mempertaruhkan nyawa. Ia terjatuh ke jurang, dan ditolong oleh nenek Saripa.
Bersama nenek Saripalah ia bersembunyi setelah dijadikan sebagai buronan no 1
oleh para tentara. Selain ditolong oleh nenek Saripa, Dahlan pun bertemu juga
dengan Sayid, seorang wartawan yang mempertemukan hidupnya pada dunia
jurnalistik. Ya, dari Sayidlah ia ditawari pekerjaan sebagai wartawan di kantor mimbar masyarakat.
Setelah Dahlan dinyatakan kebebasannya sebagai buronan no
1 oleh para tentara, dan para pendemo dibebaskan, Dahlan pun dikejutkan dengan
pernyataan Maryati mengenai perasaan Dahlan. Seolah tak mau putus asa, Maryati
menanyakan perasaan Dahlan kepadanya, dan mengajaknya menikah bersama. Dan
tanpa berfikir panjang, Dahlan pun menolak maryati lagi. Dan dibalik
ketegasannya kepada maryati, Dahlan mendapatkan kabar gembira, bahwa Maryati
akan menerima pinangan dari Pa Ijo.
Namun percintaannya dengan Aisya tidaklah bagus. Setelah
aisya mengirim surat kepadanya mengenai sebuah kepastian, Dahlan pun membalas
surat tersebut dan menanyakan kepastian mengenai apa? Apakah kepastian akan
menikahiya atau kepastian untuk merelakannya? Dengan penasaran Dahlan menuggu
jawaban itu dan tak satupun surat balasan dari Aisya. Hingga akhirnya dahlan
memutuskan untuk berpindah hati ke Nafsiah. Gadis tomboy, yang menurutnya
memiliki suara merdu saat membacakan ayat-ayat suci al-qur’an dan seorang gadis
yang memiliki pendirian kuat.
Menikahi Nafsiah bukanlah perkara yang mudah. Selain
harus berhadapan dengan Bapaknya yang seorang tentara, bahkan pernah
menjadikannya musuh, dia pun juga harus memberanikan diri untuk melamar Aisya
di pertengahan malam. Namun semua itu telah ia perjuangkan, dan ia dapatkanlah
sebuah kebahagian, pernikahan dengan nafsiah, dan dua orang anak. Rully dan
Isna.
Sedikti merasakan bahagia atas pernikahannya, Dahlan pun
harus menelan kenyataan pahit bahwa ia harus meninggalkan istrinya ke Jakarta.
Di Jakarta Dahlan mendapatkan surat tugas di majalah Tempo. Dan dari majalah
Tempolah ia mendapatkan lebih banyak pengalaman, dan menjadikannya ia sebagai
pemimpin koran Jawa Pos.
Penuh tanggung jawab sebagai pemimpin, itlah yang saat
ini ia tekuni. Namun hal itu jugalah yang menjadikannya pusing. Rulli anak
pertamanya, sangatlah ingin melihat kakeknya Kai Iskan. Berbagai penolakan
sering Dahlan lontarkan kepada anaknya itu. Namun, setelah ia mendapatkan
sebuah mimpi, barulah Dahlan mengiyakan permintaan Rully tersebut untuk ke
Kebon Dalem bertemu dengan kakek Iskan, Bapak Dahlan.
Sesampai dirumah pun Bapak Dahlan memeluk erat Dahlan,
dan menatap bahagia ketika melihat sang menantu dan dua orang cucu. Dahlan pun
merasa bahagia, setelah sepuluh tahun meninggalkan Bapaknya, akhirnya ia pun
bisa kembali merasakan hangatnya kasih sayang Bapaknya itu. Serta merasakan
kembali hangatnya persahabatan Dahlan dengan teman-teman lamanya di Kebon Dalem,
sehingga dengan kedatangannya ke Kebon Dalem, ia bisa mengetahui bahwa Aisya
telah menikah dengan Fauzan. Dan warga
Kebon Dalem dikejutkan dengan kesuksesan Dahlan sebagai wartawan. Bagaimana
tidak? Dahlan berangkat ke Samarinda hanya membawa pakaian dan keinginan
belajar, bisa pulang dengan seorang istri, dua orang anak, dan satu buah mobil.
Sukseslah Dahlan di mata warga kampung Kebon Dalem.
Mengenai Penulis
Khrisna Pabichara telah
meriliskan 16 buku, baik fiksi maupun nonfiksi. Buku nonfiksi karyanya yang
disukai khalayak adalah Kamus Nama Indah islami (berasama Bani Shahida;
Zaman, 2010). Adapun senarai kisahnya, Gadis pakarena (Dolphin, 2012), masuk 10
besar KLA 2012. Novel pertamanya, Sepatu Dahlan (Noura Books, 2012)
termasuk dalam 5 Besar Anugerah Pembaca Indonesia 2012.
Kelebihan
Kelebihan dari novel ini
adalah gejolak permasalahan cinta yang semakin rumit. Dan yang lebih seru lagi
adalah, jika pada novel Sepatu Dahlan kita sedikit / tidak menemukan unsur
politik. Maka, pada novel Surat Dahlan ini kita akan banyak menemukan
ketegangan-ketegangan kehidupan politik pada saat itu.
Posting Komentar untuk "Resensi Surat Dahlan"