Resensi Sepatu Dahlan
Judul Buku :
Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
ISBN :
978-602-9498-24-0
Penerbit :
Noura Books
TahunTerbit : 2012
Tebal Halaman : 392
Berasal
dari keluarga sederhana, atau bahkan pas-pasan. Dahlan Iskan, seorang bocah
masih sekolah rakyat (SR) Bukur ini memiliki cita-cita atau impain yakni
memiliki sepasang sepatu dan sepeda. Dahlan memiliki dua orang kakak perempuan
Mbak Sofwati dan Mbak Atun, begitu Dahlan biasa memanggilnya. Dan satu adik
laki-laki bernama Zain.
Setelah
lulus dari SR Bukur, Dahlan ingin sekali melanjutkan sekolah di SMP Magetan.
Malum saja, SMP Magetan merupan SMP favorit yang menjadi idaman setiap
anak-anak yang baru saja lulus sekolah rakyat. Namun, karena nilai Dahlan yang
jelek, kondisi keuangan yang sangat minim, serta jarak perjalanan yang jauh, Bapak
Dahlan tidak mengizinkannya bersekolah di SMP Magetan, dan mengusulkannya
sekolah di Pesantren Takeran.
Dahlan
sempat menolak usulan Bapaknya tersebut, bahkan, Dahlan sempat memiliki sebuah
trik untuk menipu Bapaknya agar ia bisa sekolah di SMP Magetan. Namun setelah
ia melancarkan aksinya itu, seketika trik dijalankan, Dahlan menjadi tak tega
melihat keseriusan Bapaknya yang mau mendengarkan pembicaraan Dahlan yang
sebenarnya akan menipu Bapaknya tersebut. Sehingga, ketika trik itu dijalankan,
obrolan Dahlan dengan Bapaknya tidak sesuai dengan trik yang sudah disiapkan,
alhasil, dia malah membicarakan akan masuk sekolah di Pesantren Takeran.
Setelah
Dahlan mendaftar dan masuk ke sekolah Pesantren Takeran, dahlan memiliki lima
sahabat baik. Ada Kadir, Arif, Imran, Maryati dan Komariyah. Kadir merupakan
sahabat Dahlan sejak di SR, kecintaannya terhadap musik membuatnya menukar
seokor domba dengan sebuah gitar bekas. Memang gila dilihatnya, tapi bagi
Kadir, ini merupakan kesempatan yag tidak bisa disia-siakan. Dan Dahlan
tetaplah Dahlan, bocah yang berasal dari keluarga miskin yang tak mampu membeli
sepatu, bahkan sendal.
Kecintaan
Kadir terhadap musik sudahlah merayap ke dalam hidupya, hingga setiap ada
Kadir, maka dipunggungnya selalu ada gitar. Ketika jam pelajaran kosong, Kadir
dan Dahlan keluar kelas, duduk santai dan menyanyikan lagu di bawah pohon cemara.
Setelah Kadir memetikkan gitarnya dengan sempurna, dan Dahlan menyanyikan lagu
Beban Asmara, tiba-tiba tepok tangan riuh mulai terdengar. Tanpa disadari
ternyata sudah banyak anak-anak pesantren Takeran mendengarkan alunan musik dan
suara mereka. Dan ketika Kadir sIbuk dengan gemuruh tepuk tangan, Dahlan
tertuju pada satu wanita cantik yang melihatnya dari tadi dengan senyuman
indah. Kadir pun melihatnya, dan mengatakan, “Aisha namanya, anak kelas 1C,”
Dahlan pun tersipu malu.
Selain
mendapatkan sahabat baik, Dahlan pun berhasil masuk pada tim inti anggota bola
voli di Pesantren Takeran. Dan mereka pun akan mengikuti lomba voli tingkat
Kabupaten Magetan, dan mereka pun berhasil memenangkan pertandingan tersebut
dengan perjuangan yang sangat keras.
Bagaimana
tidak? perjuangan Dahlan dalam menahan sedih setelah Ibunya meninggal, dan
perjuangan mereka, yang secara mendadak mendapatkan peraturan baru, bahwa pada
pertandingan final nanti, setiap pemain harus memakai sepatu. Sedangkan Dahlan?
Sudah sejak di SR hingga sekarang dia tidak memakai sepatu untuk sekolah, hanya
beralaskan kulit lembutnya yang setiap hari harus melepuh karena gesekan tanah
dan kerikil. Begitupun dengan Fadli, anggota tim voli yang tidak memakai
sepatu, sehingga membuat tim voli Dahlan merubah strategi besar-besaran.
Seelah
berhasil memenangkan perlombaan voli tingkat Kabuten itu, sepertinya banyak
warga yang melihat kehebatan Dahlan, sehingga Dahlan secara tiba-tiba ditawari
melatih voli untuk anak-anak pegawai pabrik gula Gorang Gareng dengan gaji Rp
10.000. Bagaimana tidak bisa menolaknya, uang sebesar Rp 10.000 sangatlah besar
buat Dahlan, baginya, gaji sebesar itu tidak akan pernah bisa ia dapati meski
nguli nyeset atau nanam sepanjang tahun. Dan tidak juga cukup dengan menjual
jangkrik atau sangkar burung dari gelagah tebuh. Upah tersebut pun menurutnya
melampaui jauh upah Bapaknya memperbaiki rumah yang hanya dibayar Rp 200 per
hari.
Hingga
setelah tiga bulan penuh melatih, Dahlan pun mendapatkan uang tersebut sebesar
Rp 30.000 yang ia gunakan untuk membeli sepeda Arif sebesar Rp 12.000 dan
sisanya ia belikan sepatu untuknya dan untuk Zain. Dan uang sisanya pun
berhasil terbeli dua pasang sepatu karena ditambahkan dengan uang tabungan Bapak
Dahlan, dan Dahlan pun juga hanya membeli dua pasang sepatu bekas agar ia bisa
membelikan sepatu untuk adiknya Zain.
Setelah
lulus dari Pesantren Takeran, Dahlan pun mendapatkan sebuah surat dari Aisha, wanita
yang selama ini ia sukai. Sehingga dengan penuh kegalauan, serta pertimabangan,
akhirnya Dahlan menuliskan surat balasan untuk Aisya yang akan melanjutkan
kuliah di Yogya. Dan Dahlan pun siap berangkat untuk merantau kuliah di
Kalimantan.
Mengenai Penulis
Khirsna
Pabichara, merupakan seorang yang menyukai prosa dan telah melahirkan kumpulan
sebuah kumpulan cerita pendek, Mengawini Ibu: Senari Kisah yang Menggetarkan.
Pada penulisan novel Sepatu Dahlan ini, merupakan tulisannya yang ke-14 yang
dianggitnya.
Kelebihan
Kelebihan
dari novel ini adalah, selain mengisahkan kerasnya perjuangan hidup seorang
Dahlan Iskan, novel ini memiliki unsur sejarah laskar merah dan front demokrasi
rakyat, serta sejarah mengenai pembantaian massal terhadap anggota atau
simpatisan PKI pun telah dimasukkan ke dalam novel ini, selain itu masalah
percintaan yang tak kalah serunya, serta persahabatan yang begitu erat,
sehingga menjadi nilai tambah untuk novel ini.
Posting Komentar untuk "Resensi Sepatu Dahlan"