Jurnalistik dan Pers
Pengertian Jurnalistik dan Pers
Jurnalistik atau
journalism berasal dari kata journal, artinya catatan harian, atau
catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari kata Latin diurnalis,
artinya harian atau tiap hari. Sehingga terlahirlah sebuat kata jurnalis, yaitu
orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
MacDougall[1]
menyebutkan bahwa jornalisme adalah
kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa.
Pers berasal dari kata Belanda pers yang artinya menekan atau
mengepres. Kata pers ini merupakan padanan dari kata press yang dalam bahasa Inggris berarti menekan atau mengepress.
Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian
komuniukasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi, sekarang
kata pers atau press ini digunakan untuk semua kegiatan jurnalistik, terutama
kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita baik oleh wartawan media
elektronik maupun oleh wartawan media cetak.
Sejarah atau Perkembangan Jurnalistik
Jurnalistik dimulai ketika 3000 tahun yang
lalu, Firaun di Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para
perwiranya di provisi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di
ibukota. Di Roma 2000 tahun yang lalu
Acta Diurna (“tindakan-tindakan harian”) --- tindakan-tindakan senat,
peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahirab dan kematian --- ditempelkan
di tempat-tempat umum. Selama abad pertengahan di Eropa, siaran berita yang
ditulis yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi para
usahawan.
Keperluan untuk mengetahui apa yang
terjadi merupakan kunci lahirnya jurnalisme selama berabad-abad. Tetapi,
jurnalisme itu baru benar-benar dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk
percetakan mulai diguunakan di Eropa pada sekitar tahun 1440. Dengan mesin
cetak, lembaran-lembaran berita dan pamphlet-pamflet dapat dicetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah yang lebih banyak, dan ongkos
yang lebih rendah.
Suratkabar pertama yang terbit di
Eropa secara teratur di mulai di Jerman pada tahun 1609: Aviso di Wolfenbuttel dan Relation
di Strasbourg. Tak lama kemudian, suratkabar-suratkabar lainnya muncul di
Belanda (1618), Prancis (1620), Inggris (1620), dan Italia (1636).
Suratkabar-suratkabar abad ke-17 ini bertiras sekitar 100 sampai 200 eksemplar
sekali terbit, meskipun Frankfurter
Journal pada tahun 1680 sudah memiliki tiras 1500 sekali terbit.
Pada tahun 1650, suratkabar yang
pertama terbit sebagai harian adalah Einkommende
Zeitung di Leipzig, Jerman. Pada tahun 1702 menyusul Daily Courunt di London yang menjadi harian pertama di Inggris yang
berhasil diterbitkan. Ketika lebih banyak penduduk memperoleh pendapatan lebih
besar dan lebih banyak di antara mereka yang belajar membaca, maka semakin
besarlah permintaan akan suratkabar. Bersamaan dengan itu, terjadi penemuan
mesin-mesin yang lebih baik dalam mempercepat produksi koran dan memperkecil
ongkos.
Pada tahun 1833, di New York City,
Benjamin H. Day, menerbitkan untuk pertama kalinya apa yang disebut penny newspaper (suratkabar murah yang
hargaya satu penny). Ia memuat
berita-berita pendek yang ditulis dengan hidup, termasuk peliputan secara rinci
tentang berita-berita kepolisian untuk pertama kalinya. Berita-berita humor human-interest dengan ongkos murah ini
menyebabkan bertambahnya secara cepat sirkulasi suratkabar tersebut. Kini di
Amerika Serikat beredar 60.000.000 eksemplar harian setiap harinya.
Jurnalisme kini tela tumbuh jauh
melampaui suratkabar pada awal kelahirannya. Majalah mulai berkembang sekitar
dua abad lalu. Pada tahun 1920 radio komersial dan majalah-majalah berita
muncul ke atas panggung. Televise komersial mengalami boom setelah perang dunia II.
Falsafah Pers
Pada sebuah klasik, terdapat buku
yang membahas tentang falsafah pers. Adapun bukunya yaitu Four Theoris of the Press (Empat Teori Tentang Pers) yang ditulis
Siebert, Peterson dan Schramm dan diterbitkan oleh Universitas Illinois pada
tahun 1956.[2]
Adapun
teori pertama dalam Four Theories of
the Press adalah Authoritarium Theory (Teori Pers
Otoriter). Berasal dari abad ke-16. Yaitu teori yang berasal dari falsafah
kenegaraan yang membela kekuasaan absolute. Penetapan tentang hal-hal “yang benar”
dipercayakan hanya kepada segelintir “orang bijaksana” yang mampu memimpin.
Jadi, pada dasasrnya, pendekatan dilakukan dari atas ke bawah. Pers harus
mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada Negara. Dan tidak kalah
penting juga, bahwa prinsip authoritarium
theory ini adalah bahwa Negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada individu dalam skala nilai kehidupan sosial.
Teori
kedua Libertarian Theory atau teori
bebas. Yang mencapai puncaknya pada abad ke-19. Dalam teori ini, manusia dipandang
sebagai makhluk yang rasional yang dapat membedakan antara yang benar dan yang
tidak benar. Pers harus menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran, dan
bukan sebagai alat pemerintah. Jadi, tuntutan bahwa pers mengawasi pemerintah
berkembang berdasarkan teori ini.
Dua teori
lainnya yaitu Social Responsibility
Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial) dan soviet Communist Theory (Teori Pers Komunis Soviet) dipandang
sebagai modifikasi yang diturunkan dari dua teori di atas tadi.
Theory Social Responsibility Theory atau Teori Pers
Bertanggungjawab Sosial ini relatif
merupakan teori baru dalam kehidupan pers di dunia, dan tidak seperti
teori pers bebas liberation, teori ini memungkinkan dimilikinya tanggung jawab
oleh pers. Dengan teori ini juga pers memberikan banyak informasi dan
menghimpun segala gagasan atau wacana dari segala tingkat kecerdasan.
teori pers
berrtanggungjawab sosial ini memiliki prinsip-prinsip etika di belakang
cita-cita bahwa pers berdasarkan tanggungjawab sosial ini bukan saja akan
mewakili mayoritas rakyatnya tetapi juga memberikan jaminan atas hak-hak
golongan minoritas atau golongan oposisi untuk turut bersuara lewat medianya.
Dan teori ini telah banyak digunakan di Negara-negara yang menganut system demokrasi.
Teori yang keempat, yaitu The Soviet Communist theory atau teori
pers komunis soviet baru tumbuh dua tahun setelah revolusi oktober 1917 di
Rusia dan berakar pada teori pers penguasa atas authoritarian theory. Sebanyak 10 sampai 11 negara yang dahulu di
bawah payung kekuasaan Uni Republik Sosial Soviet menganut system pers ini.
System pers ini monopang kehidupan system sosialis Soviet Rusia dan memelihara
pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan sebagaimana
biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Sebab itu, di Negara-negara tersebut
tidak menganut pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Dengan bubarnya
Negara Uni Republik Sosial Soviet pada 25 desember 1991 yang kini menjadi
Negara Persemakmuran, Negara tersebut sekarang telah melepaskan system politik
komunisnya. Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut oleh
RRC karena Negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Soviet pun
sekarang ini hamper semua melepaskan system politik komunisnya.
Referensi Bacaan
Hikmat
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:
Teori dan Praktik, Bandung: Rosdakarya, 2005, h. 1-20.
Posting Komentar untuk "Jurnalistik dan Pers"