IJMA
Pengertian
Ijma
Ijma
menurut istilah para ahli ushul fiqh adalah : kesepakat seluruh para mujtahid
dikalangan umat islam pada suatu masa setelah Rasullulah SAW. Wafat atas hukum
syara’ mengenai suatu kejadian.
Apabila terjadi suatu kejadian yang
dihadapkan pada semua mujtahid dari umat islam pada waktu kejadian itu terjadi,
dan mereka sepakat atas hokum mengenainya, maka kesepakatan mereka itu disebut
ijma. Kesepakatan mereka atas satu hukum mengenainya dianggap sebagai dalil,
bahwasannya hukum tersebut merupakan hukum syara’ mengenai kejadian itu.
Ijma sebagai
sumber dalil hukum
Jumhur
ulama berpendapat bahwa kedududkan ijma menempati salah satu sumber atau
sesudah al-Quran dan sunnah. Ini berarti ijma dapat menetapkan hokum yang
mengikat dan wajib dipatuhi umat islam bila tidak ada ketetapan hukumnya dalam
al-Qur’an maupun sunnah. Untuk menguatkan pendapat ini jumhur ulama
mengemukakan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi. Diantara dalil ayat al-Qur’an
adalah :
1.
Surat
an-nisa:115
Artinya :”dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang ,mukmin,
kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatanh yang telah dikuasainya itu dan
kami masukan kedalam jahanam, dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali”
Dalam ayat ini, “jalan-jalan orang
mukmin” diartikan sebagai apa-apa yang telah disepakati untuk dilakukan orang
mukmin. Inilah yang disebut ijma kaum mukminin. Orang yang tidak mengiktuti
jalan orang mukmin mendapat ancaman neraka jahanam. Hal ini berarti larangan
mengikuti jalan selain apa yang diikuti kaum mukminin, dan ini berarti disuruh
mengikuti ijma.
Adapun dari dalil sunnah, ada hadits
Nabi yang terdapat dalam beberapa periwayatan yang berbeda rumusannya, namun
sama maksudnya yaitu bahwa umat Nabi Muhammad SAW .tidak akan sepakat dalam
kesalahan diantara rumusan hadits tersebut adalah :
“umatku tidak akan sepakat untuk
melakukan kesalahan. Umatku tidak akan sepakat melakukan kesesatan. Allah tidak
akan membuat umatku sepakat untuk melakukan kesesatan . Allah tidak akan
membuat umatku sepakat untuk melakukan kesalahan.
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa
umat dalam kedudukannya sebagai umat yang sama-sama sepakat tentang sesuatu,
tidak mungkin salah. Ini berarti ijma itu terpelihara dari kesalahan, sehingga
putusannya merupakan hukum yang mengikat umat islam .
Peringkat
Ijma
Telah
dijelaskan bahwa secara definitif ijma adalah kesepakat ulama mujtahid secara
umum. Namun jumlah mujtahid itu tidak terbatas dan tempatnyapun terpencar,
saling berjauhan , sehingga ada yang berpendapat bahwa mustahil ijma itu dapat
dilaksanakan, kecuali pada masa sahabat.
Meskipun demikian, ijma sacara apa adanya dapat dan sering terjadi dengan
bentuk dan tingkat kwalitas yang berbeda. Tingkatan kwalitas ijma itu sebagai
berikut :
1. Ijma sharih
Yaitu
ijma yang terjadi setelah semua mujtahid dalam satu masa mengemukakan
pendapatnya tentang hokum tertentu secara jelas dan terbuka, baik melalui
ucapan (hasil ijtihadnya disebar luaskan melalui fatwa) , melalui lisan atau
dalam bentuk perbuatan (mujtahid yang menjadi hakim memutuskan suatu perkara)
dan ternyata seluruh pendapat mereka mengahsilkan hokum yang sama atas hokum
tersebut
Bila
ijma sharih ini berlangsung, maka dilalah (penunjukkan) –nya terhadap hukum
adalah dlm tingkat qath’i dan hukum yang ditetapkannya bersifat qath’i,
sehingga mempunyai kekuatan yang mengikat dan tidak boleh seorangpun pada masa
itu untuk menyanggahnya dan mujtahid yang telah mengemukakan pendapatnya tidak
boleh mencabut atau mengubah pendapat yang telah dikemukakannya dalm ijma itu.
Para ulama sepakat menerima ijma sharih ini sebagai hujjah syar’iyah dalam
menetapkan hokum syara
2.
Ijma sukuti
Yaitu
kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan
pendapatnya tentang hokum suatu masalah dalam masalah tertentu, kemudian
pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak; dan ternyata tidak
seorangpun diantara mujtahid lain yang mengemukakan pendapat berbeda atau yang
menyanggah pendapat itu
Ijma
sukuti ini pengaruhnya terhadap hokum bersifat zhanni (tidak qath’i), atau
merupakan juga dugaan kuat tentang kebenarannya. Karena itu tidak terhalang
bagi mujtahid lain dikemudian hari untuk mengemukakan pendapat berbeda sesudah
ijma tersebut berlangsung.
Ada ulama yang membagi peringkat
ijma dari segi penerimaan ulama kepada ijma tersebut, yaitu:
a.
Ijma kaum
muslimin
Yaitu ijma menyeluruh dan merata
dilakukan oleh semua orang islam yang termasuk di dalamnya para ulama dan orang
awam. Ijma seperti ini ditempatkan pada
Tempat yang
tinggi, meskipun keberadaannya sangat langka. Umpanya kesepakatan tentang wajib
zakat, puasa dan haji; atau haramnya zina, mabuk serta dalam hal-hal yang
menyangkut masalah-masalah pokok dalam agama yang ternyata sampai sekarang
tidak ada pendapat yang menolaknya
b.
Ijma para
sahabat
Ijma ini dapat diterima semua pihak,
karena kemungkinan besar terjadinya, sebab jumlah ulama waktu itu masih
terbatas; lingkungan tempat tinggalnya belum meluas ke seluruh pelosok dunia;
masalah yang disepakatipun belum begitu banyak; dan kebenaran isinya cukup
tinggi mengingat masa terjadinya dekat kepada Nabi.
c.
Ijma ahlul ilmi
dalam segala masa
Pengertian ijma yang berlaku secara
umum adalah ijma dalam bentuk ini, karena pembahasan mengenai ijma itu
menyangkut penggunaan ro’yu. Karenanya, maka suara (pendapat) yang
diperhitungkan dalam ijma itu hanyalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
ijtihad.
Referensi :
1. Syarifuddin, Amir . 2011. Ushul Fiqh
jilid 1. Jakarta: Kencana
2. Syafe’i, Rachmat
. 1999. Ilmu Ushul Fiqh cetakan 1. Bandung : CV.Pustaka Setia
Posting Komentar untuk "IJMA"