RSBK bukan RSBI
RSBK bukan RSBI
Pada
era globalisasi dan modernisasi ini, sekolah sudah menjadi kebutuhan primer
setelah kebutuhan makan. Bagaimana tidak! Di zaman yang serba canggih ini, kita
dituntut untuk mampu bersaing dengan para terpelajar. Yang tidak pintar, maka
dialah yang akan menjadi calon the looser in future.
Pada
saat ini sekolah terdiri dari tiga kategori, Sekolah Standar Nasional (SSN),
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dan Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI). Berdasarkan PP 38 dan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), mendirikan SBI adalah kewenangan pemerintah provinsi. Sementara
berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 50 ayat tiga tentang sisdiknas
disebutkan, bahwa setiap kabupaten kota minimal memiliki satu jenjang sekolah
bertaraf internasional.
RSBI/SBI
merupakan sekolah unggulan yang diharapkan mampu bersaing dengan
sekolah-sekolah yang ada di luar negeri. RSBI memang dapat di katakan mennjadi
sekolah unggulan, baik unggul dari segi akademik, fasilitas yang lengkap,
hingga unggul dari segi material. Ya... RSBI memiliki biaya masuk dan SPP yang
cukup menjanjikan menguras kantong, sehingga RSBI tidak bisa/sulit untuk
dinikmati oleh keluarga low class, mungkin ada dari keluarga sederhana
yang mampu menikmati sekolah tersebut, namun tidak banyak, karena kemampuan
akademiklah yang sudah membatasinya.
Selain
permasalah biaya masuk dan biaya bulanan, RSBI juga sering membuat
sekolah-sekolah non-RSBi cemburu. Betapa tidak! Meskipun RSBI sudah mendapatkan
bantuan lebih dari pemerintah mereka pun juga diperbolehkan untuk memungut
biaya lain-lain dengan jumlah yang relatif sangat besar dari para siswa-i nya.
Padahal seperti yang saya katakan tadi, sekolah RSBI sedikitnya ada beberapa
siswa-i yang berasal dari keluarga tidak mampu. Lantas, kalau sudah seperti
itu, apakah mereka yang tidak mampu masih diminta biaya-biaya lain tersebut?
Dan
semua itu malah berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah non-RSBI. Pasalnya, sekolah-sekolah
non-RSBI yang sudah mendapatkan berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan
jumlah tidak seberapa tidak diperbolehkan memungut biaya lain-lain dari para
siswa-i nya. Sehingga kerap membuat sekolah non-RSBI ini menjadi cemburu.
Pada
persoalan di atas, dapat dilihat bahwa semua itu nampak merujuk pada komersial,
sehingga persoalan di atas akan merugikan pihak-pihak yang jauh dari
kepemilikan komersial yang layak. Padahal sekolah bertujuan sebagai tempat
menimba ilmu, bukan ajang gengsi mana sekolah yang bagus dan mahal.
UUD
1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi, setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan. Itu arrtinya, setiap warga Negara baik dari keluarga low class,
middle class, maupun hight class, serta cerdas, atau kurang cerdasnya
warga Negara tersebut, haruslah bisa menikmati pendidikan dengan layak, tanpa harus
mempersulit mereka. Jika setiap sekolah sudah beubah status mereka menjadi
RSBI, akankah keluarga menegah kebawah akan dapat nikmatnya pendidikan? Jika
mereka semua sudah tidak bisa merasakan dan menikmati pendidikan, maka, mau
jadi apa penerus anak bangsa ini?
“Setiap
warga negara, kurang mampu, ataupun mampu, tidak pintar, ataupun pintar wajjib
dan berhak merasakan bangku sekolah.” (Alm. K. H. Moh. Da’awam Anwar, pendiri
PONPES Yayasan Perguruan Islam El-Nur El-Kasyaf, Tambun-Bekasi.)
Jika
pemerintah benar-benar ingin melihat penerus-penerus anak bangsanya ini menjadi
sukses, seharusnya pemerintah lebih jelih melihat kasus seperti ini. Pemerintah
harus mempermudah para keluarga yang berasal dari keluarga menengah kebawah
bisa merasakan nikmatnya pendidikan. Baik, masalah pembayaran biaya masuk dan
SPP, ataupun permasalah dana bantuan yang dibagikan secara rata, dan jumlah
yang sama rata juga.
Seperti
permasalahan biaya masuk dan SPP yang mahal. Seandainya pemerintah mendirikan
RSBI yang berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 50, yang berrtujuan
menjadikan sekolah RSBI dapat menghasilkan sekolah serta para siswa-i nya dapat
bersaing dengan sekolah-sekolah di luar negeri, seharusnya pemerintah
menggratiskan/menjadikan sekolah RSBI dengan biaya yang murah, terjangkau dari
semua kalangan, mengapa? Karena saya yakin, dengan biaya yang murah, serta
terjangkau oleh semua kalangan keluarga, akan banyak peminat dari keluarga
menengah kebawah namun memiliki potensial akademik yang baik, sehingga mereka
berani dan bisa masuk ke RSBI tanpa memikirkan biaya mahal yang akan mereka
tanggung, serta tidak akan ada pemikiran terintimidasinya mereka karena
banyaknya keluarga kaya yang berada di RSBI.
Dan
seandainya semua sekolah mendapatkan bantuan yang sama rata, khususnya
sekolah-sekolah yang berada di pelosok daerah. itu artinya setiap sekolah yang
ada di Negeri tercinta kita ini yakni Indonesia, akan memiliki fasilitas, serta
kelengkapan-kelengkapan lainnya dengan layak. Sehingga tidak ada lagi
sekolah-sekolah yang kekurang buku (adanya perpustakaan yang lengkap),
fasilitas ruang belajar yang tidak nyaman, kurangnya pemberdayaan laboratorium,
baik lab komputer maupun lab biologi dan fisika, yang di mana semua itu akan
sangat berguna untuk setiap sekolah-sekolah di era globalisasi dan modernisasi
ini. Sehingga semua itu akan membuat setiap siswa-i yang sekolah pada kategori
sekolah SSN, RSBI, ataupun SBI sama rata mendapatkan fasilitas yang
berkecukupan. Serta sama rata akan menghasilkan nilai-nilai akademik yang
memuaskan. Dan RSBI tidak akan dipandang lagi sebagai Rintisan Sekolah Bertarif
Komersial (RSBK), ataupun Rintisan Sekolah Bertarif Internasional (RSBI).
Bahkan,
jika perlu RSBI tak perlu lagi mendapatkan dana bantuan pemerintah. Karena
mengingat mahalnya biaya masuk dan SPP tersebut. Sehingga dapat diyakini bahwa
RSBI mampu mendirikan sekolah dengan fasilitas yang baik, berkecukupan, bahkan
lebih. Dan dana bantuan yang seharusnya dibagika kepada RSBI, bisa
dimanajemankan kembali untuk menambahkan dana bantuan kepada sekolah-sekolah
non-RSBI.
Posting Komentar untuk "RSBK bukan RSBI"